Eramuslim.com – Penjajah ‘Israel’ menutup sebuah LSM Palestina setelah mereka melaporkan pemerkosaan terhadap seorang anak Palestina oleh serdadu ‘Israel’ ke Departemen Luar Negeri AS pada tahun 2021, kata mantan pejabat Josh Paul dalam sebuah wawancara dengan CNN pada hari Senin (4/12/2023).
Paul, yang mengundurkan diri pada bulan Oktober sebagai protes atas penjualan senjata ke ‘Israel’, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Christiane Amanpour bahwa gerombolan serdadu ‘Israel’ telah menggerebek kantor Defense for Children International-Palestine (DCIP) dan menetapkannya sebagai organisasi teroris.
Hal ini menyusul pengaduan yang dibuat oleh Departemen Luar Negeri AS mengenai pemerkosaan terhadap anak laki-laki Palestina berusia 15 tahun di pusat penahanan Al-Maskubiyah di Baitul Maqdis Barat.
“[Mereka] menghapus komputer mereka dan mengecapnya sebagai entitas teroris,” kata Paul.
DCIP adalah satu-satunya organisasi hak asasi manusia Palestina yang secara khusus fokus pada hak-hak anak.
Pada bulan Februari 2021, DCIP menerbitkan laporan yang mendokumentasikan penyerangan fisik dan seksual terhadap seorang anak laki-laki Palestina berusia 15 tahun yang dilakukan oleh seorang interogator ‘Israel’ di fasilitas interogasi dan penahanan Al-Maskubiyah pada bulan Januari tahun itu.
DCIP melaporkan bahwa tawanan telah diperkosa dengan suatu benda oleh interogatornya dan dia disuruh berdiri di dinding di mana interogatornya menimbulkan rasa sakit yang parah pada alat kelaminnya.
“Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan momen itu,” kata tawanan itu dalam laporan tersebut.
Kampanye penindasan
Menurut Ayed Abu Eqtaish, direktur program akuntabilitas di DCIP, mereka melaporkan penyerangan tersebut kepada pejabat AS karena ratusan pengaduan yang diajukan ke otoritas penjajah ‘Israel’ tidak juga terselesaikan.
“Kami biasa menyampaikan pengaduan [kepada otoritas ‘Israel’],” kata Eqtaish kepada Middle East Eye (MEE), “tetapi mereka tidak akan membuka penyelidikan … atau mereka akan membuka penyelidikan dan menutupnya dengan dalih tidak ada kerja sama dari anak atau pengacara.”
Menurut Eqtaish, DCIP berhenti mengajukan pengaduan kepada penjajah ‘Israel’ karena mereka tidak mengizinkan seorang anak yang memberikan keterangan saksi didampingi oleh pengacara.
“Jadi, kami menyampaikan informasi tersebut kepada pejabat AS dan meminta klarifikasi dari otoritas ‘Israel’,” kata Eqtaish kepada MEE.
Setelah pengaduan tersebut, kantor DCIP digerebek dua kali oleh gerombolan serdadu ‘Israel’, pada 19 Juli 2021, dan sekali lagi pada 18 Agustus 2022, ketika kantor mereka digerebek dan “ditutup” bersama dengan kantor tujuh LSM Palestina lainnya, yang dikecam oleh Amnesty International sebagai “kampanye penindasan terhadap masyarakat sipil Palestina”.
Namun, menurut Eqtaish, DCIP belum menghubungkan antara pengaduan yang mereka ajukan ke Departemen Luar Negeri AS dengan penggerebekan hingga komentar Paul pada hari Senin, meskipun Eqtaish menilai bahwa interpretasi Paul “logis”.
“Organisasi ini telah diserang [oleh otoritas ‘Israel’] selama beberapa tahun sebelum penggerebekan itu,” kata Eqtaish kepada MEE, sambil menambahkan: “[Mereka ingin] melumpuhkan organisasi dan mencegah kami mengungkap pelanggaran hak asasi manusia ‘Israel’ terhadap anak-anak Palestina.”
Dicap organisasi teroris
Pada Oktober 2021, DCIP ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh penjajah ‘Israel’ bersama lima LSM Palestina lainnya.
Tindakan tersebut dikecam oleh komisaris hak asasi manusia PBB sebagai “serangan frontal terhadap gerakan hak asasi manusia Palestina dan hak asasi manusia di mana pun”.
Segera setelah penetapan tersebut, Eqtaish mengatakan bahwa, di antara staf DCIP, “seluruh suasana diliputi ketidakpastian … kami tidak tahu persis kapan mereka akan menyerang kami lagi dan jenis serangannya,” katanya.
Setelah penetapan itu, staf DCIP dibanjiri pertanyaan dari para donor yang cemas.
“Bukannya berkonsentrasi pada pekerjaan kami, kami harus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu,” kata Eqtaish kepada MEE. “Penetapan itu mengancam eksistensi kami sebagai sebuah organisasi.”
Meskipun demikian, DCIP tetap mempertahankan semua kecuali satu donornya.
“Tujuan utama penetapan ini adalah untuk membubarkan organisasi kami, namun kami terus melanjutkan pekerjaan kami,” kata Eqtaish.
Sejak Intifadhah Kedua, pada tahun 2000, ketika DCIP mulai melacak anak-anak Palestina yang ditahan oleh militer ‘Israel’, serdadu ‘Israel’ telah menahan, menginterogasi, mengadili, dan memenjarakan sekitar 13.000 anak-anak Palestina.
Setiap tahun, militer ‘Israel’ menahan antara 500 dan 700 anak-anak Palestina.
Antara tahun 2016 dan 2022, DCIP mengumpulkan pernyataan tertulis dari 766 anak-anak Palestina yang ditahan oleh militer ‘Israel’ dan dituntut di pengadilan militer ‘Israel’ untuk melacak pengalaman mereka atas perlakuan buruk dan penyiksaan oleh serdadu ‘Israel’. (Middle East Eye)
(sahabat al-aqsha)