Pada Senin (3/1), Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengungkapkan, Israel tidak akan merundingkan solusi dua negara dengan Palestina.
Kebijakan tersebut bakal diterapkan bahkan ketika Lapid menjadi perdana menteri menggantikan rekan koalisinya, Naftali Bennett, pada 2023 mendatang.
“Bahkan setelah rotasi koalisi, saya akan tetap dengan orang-orang yang sama dan perbedaan pendapat yang sama. Saya berencana mendukung kesepakatan yang saya buat dengan mitra saya,” kata Lapid dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Jerusalem Post.
Naftali Bennett dan partainya, Yamina, memang menentang pembentukan negara Palestina. Partai Menteri Kehakiman Israel Gideon Sa’ar, yakni New Hope Party, juga menolak berdirinya negara Palestina.
Namun partai-partai lain dalam koalisi pemerintahan Bennett dan Lapid mengambil sikap sebaliknya. Mereka mendukung kemerdekaan Palestina.
Koalisi pemerintahan Israel saat ini memiliki mayoritas sempit. Sehingga mereka tidak dapat kehilangan dukungan dari salah satu partainya. Jika keretakan terjadi, pemilu dini dapat terjadi.
“Karena itu tidak ada alasan bagi saya untuk menipu Palestina dan membuka proses diplomatik yang tidak memiliki koalisi di belakangnya. Itu akan merusak kredibilitas kami, yang mana penting,” ujar Lapid.
Dia mengungkapkan, tidak ada tekanan internasional yang signifikan untuk bernegosiasi dengan Palestina. Namun dia menyatakan keprihatinan bahwa Israel akan digambarkan sebagai pihak yang menolak perdamaian.
Sementara di sisi lain, Palestina mengejarnya.
“Tanpa pembicaraan diplomatik, (delegitimasi) akan semakin buruk,” ujar Lapid. [Republika]