Pengadilan militer Israel membebaskan Deputi Perdana Menteri Palestina Nasser al-Shaer, setelah ditahan selama enam bulan, setelah aksi penangkapan Israel terhadap sejumlah pejabat pemerintahan dan anggota legislatif dari Hamas, menyusul kasus penculikan seorang serdadu Israel oleh pejuang Palestina.
Kuasa hukum al-Shaer mengatakan, penangkapan terhadap kliennya itu sama sekali tak berdasar. Setelah al-Shaer dibebaskan, masih ada 30 tokoh Hamas yang masih berada dalam tahanan Israel. Beberapa di antaranya menghadapi tuduhan sebagai anggota organisasi teroris.
Sebelum tertangkap, selama berminggu-minggu al-Shaer sebenarnya sudah menghindari aksi penangkapan itu. Sampai akhirnya pasukan Israel menyerbu rumahnya di kota Ramallah, Tepi Barat pada 19 Agustus lalu.
Atas pembebasannya, pengadilan militer Israel dilaporkan melarang al-Shaer tinggal di Ramallah-pusat pemerintahan Palestina-selama dua minggu.
Bebasnya al-Shaer tidak lepas dari upaya tak kenal lelah dari isterinya yang terus mengkampanyekan agar suaminya itu dibebaskan. Pada BBC, isteri al-Shaer membenarkan pembebasan suaminya dan sekarang mereka akan tinggal di Nablus, sebelah utara Tepi Barat.
Selain sebagai deputi perdana Menteri, al-Shaer juga menjabat sebagai menteri pendidikan dan pelatihan di jajaran kabinet Hamas.
Juru bicara pemerintahan Hamas, Ghazi Hamad mengatakan, penahanan al-Shaer selama ini ilegal dan bernuansa politis. Hamad juga menyebut tuduhan yang diarahkan ke rekan seperjuangannya itu ‘palsu’.
Di tempat terpisah, pada Rabu (27/9) Israel kembali melakukan serangan udara ke selatan Jalur Gaza dan menewaskan seorang anak perempuan Palestina berusia 14 tahun dan melukai sejumlah warga sipil.
Israel mengatakan, mereka melakukan serangan untuk menghancurkan terowongan-terowongan yang kerap digunakan oleh para penyelundup senjata. (ln/bbc)