Liga Arab dan Sekjen PBB Kofi Annan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk turun tangan menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang menjadi akar persoalan konflik di Timur Tengah. Namun Israel dan AS berupaya agar Dewan Kemanan PBB tidak menanggapi desakan itu.
Israel keberatan Dewan Keamanan PBB dilibatkan dalam konflik Israel-Palestina dengan dalih sudah banyak forum di luar PBB yang menangani isu konflik ini. AS setuju dengan dalih Israel dan menurut sejumlah diplomat, AS berusaha mencegah agar Dewan Keamanan tidak mengeluarkan pernyataan penutup atas desakan dari Liga Arab itu.
Negara-negara Arab dan Sekjen PBB melihat perang Libanon sebagai contoh betapa bahayanya jika konflik Israel-Palestina dibiarkan terus berlanjut. Oleh sebab itu mereka meminta peran Dewan Keamanan untuk segera menyelesaikan konflik.
Annan berpendapat, konflik Arab-Israel tidak sama dengan konflik lainnya. Konflik Arab-Israel memicu emosi dan menjadi simbol yang sangat kuat bagi masyarakat seluruh dunia.
"Kegagalan kita yang terus menerus untuk menyelesaikan konflik ini, menimbulkan pertanyaan atas legitimasi dan efektivitas Dewan Keamanan itu sendiri," ujar Annan.
Menurutnyam peranan Dewan Keamanan dalam gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel belum lama ini, menunjukkan bahwa Dewan itu bisa memainkan peranan untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah.
Namun untuk mencapai tujuan itu, kata Annan, semua pihak memerlukan sebuah jembatan yang ‘cukup panjang untuk meretas rasa saling curiga yang besar di kawasan Teluk yang menjadi pemisah pihak-pihak terkait dan jembatan itu, tambah Annan, harus cukup kuat untuk menghadapi setiap upaya yang mungkin sengaja dilakukan sebagai tindakan sabotase.’
Dialog yang Alot
Liga Arab dan Yunani berusaha menggalang pertemuan antar menteri luar negeri, termasuk Menlu AS Condoleezza Rice, untuk membicarakan agar proses perdamaian dan penghentian konflik Arab-Israel dihidupkan kembali di Dewan Keamanan.
Menteri Luar Negeri Bahrain, Syeikh Khaled bin Ahmad Al-Khalifa, mewakili Liga Arab, mengajukan usulan yang meminta Annan untuk menyiapkan laporan, termasuk kerangka waktu bagi langkah-langkah untuk melanjutkan dialog dengan semua pihak dan menentukan peran apa yang akan dimainkan oleh Dewan Keamanan serta lembaga-lembaga lainnya dalam dialog tersebut.
"Jika kita kehilangan kesempatan ini, kita semua akan rugi. Kita punya kesempatan baik saat ini untuk mencapai perdamaian dan selayaknya tidak membiarkannya berlalu begitu saja," ujar al-Khalifa.
Ia mengatakan, negara-negara Arab tetap meminta Israel untuk mundur sepenuhnya dari wilayah Palestina, meminta penyelesaian masalah pengungsi dan pembentukan negara Palestina dengan ibukota Yerusalem.
Namun Menlu AS, Rice dan Menlu Inggris Margaret Becket tetap meminta agar semua menteri luar negeri mendukung upaya yang dilakukan Tim Kuartet, yaitu AS, Rusia, PBB dan Uni Eropa. Tim Kuartet itu meminta otoritas Palestina melakukan tiga hal penting; menghentikan apa yang mereka sebut teror dan kekerasan, mengakui hak Israel untuk eksis dan menerima semua kesepakatan yang sudah ada.
Israel sendiri hanya mengutus wakilnya di PBB, Dan Gillerman dalam pertemuan itu. Menteri Luar Negeri Tzipi Livni tidak datang dan menurut Gillerman, Israel enggan hadir dalam pertemuan tersebut dengan alasan; dari pengalaman, forum-forum semacam itu tidak banyak membantu untuk mendorong upaya perdamaian.
Negosiasi, kata Gillerman, seharusnya dilakukan antara pihak-pihak terkait saja seperti yang dilakukan Livni lewat pertemuannya dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas beberapa hari lalu.
Sementara itu, Menlu Rusia Sergei Lavrov berpendapat, baik Dewan Keamanan dan Dewan Umum PBB harus berperan dan upaya perdamaian dan upaya itu tidak bisa hanya dilakukan dalam satu hari. Negosiasi harus terus dilakukan.
Lavrov juga meminta agar Suriah diikutsertakan dalam dialog, karena menurut Moskow, Damaskus juga punya kepentingan dalam upaya perdamaian dengan Israel. (ln/aljz)