Teguh mencontohkan kasus pembangunan pelabuhan di selatan Sri Lanka yang karena merugi akhirnya kini dikuasai oleh China. Di Malaysia pemerintahan Mahathir Mohamad mengkritisi infiltrasi ekonomi China yang terjadi selama era Muhammad Najib. Di Filipina, Presiden Rodrigo Duterte yang terjepit di antara AS dan China mulai mereview kebijakan luar negerinya setelah melihat agresivitas China yang semakin mengkhawatirkan.
Selain itu Vietnam juga merevisi kebijakannya terhadap AS. Setelah beberapa tahun lalu AS mencabut embargo senjata untuk Vietnam, kini hubungan kedua negara semakin baik karena mereka sedang menghadapi lawan yang sama.
Sementara Thailand dan Laos kelihatannya lebih mesra dengan China dibandingkan negara ASEAN yang lain.
“Dari sini terlihat, bagaimana agresivitas China memecah negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang bersengketa dengan China di perairan Laut China Selatan (LCS) dihadapi China. Tetapi yang tidak berhadapan dengan China di LCS menjadi teman mereka,” masih kata Teguh.
Dia menambahkan, walaupun Indonesia tidak menjadi salah satu claimant state di Laut China Selatan, namun Indonesia tetap harus ekstra hati-hati menghadapi manuver China.
Faktanya beberapa waktu lalu sempat terjadi insiden yang memperlihatkan betapa agresivitas China di perairan yang disengketakan itu juga mengancam Indonesia. Kapal-kapal nelayan China yang mencari ikan di wilayah yang mereka klaim sebagai perairan perikanan tradisional China selalu didampingi kapal perang di barisan belakang.