Ketulusan hati negara-negara Barat memberikan bantuan ekonomi pada Palestina akan diuji setelah tercapai kesepakatan damai Fatah-Hamas untuk membentuk pemerintahan koalisi. PM Palestina Ismail Haniyah kini mendesak AS dan tim mediator untuk kembali membantu Palestina membenahi perekonomiannya.
"Saya katakan pada tim kwartet dan Uni Eropa bahwa ini adalah keinginan rakyat Palestina dan mereka harus menghormati kesepakatan ini dengan mengakhiri isolasi, " kata Haniyah dalam pidatonya, Senin (12/2).
Ia mengungkapkan, akan digelar pertemuan dengan Presiden Mahmud Abbas dalam waktu dekat ini untuk melanjutkan dialog guna membahas persoalan-persoalan yang masih tersisa sebelum detil-detil pembentukan pemerintahan bersatu mencapai kata final.
Menurutnya, Hamas akan menempatkan orang-orang di sembilan pos jabatan di kabinet. Sedangkan Fatah diberi jatah enam posisi jabatan. Dan posisi menteri dalam negeri akan diberikan pada kalangan independen, namun namanya tidak disebutkan Haniyah.
Sementara perkembangan politik di Palestina makin positif. Israel justeru menunjukkan sikap ketidaksukaannya atas perdaiaman Fatah-Hamas. Israel kini memutuskan untuk menjaga jarak dengan Mahmud Abbas. Sejumlah pejabat Israel di Yerusalem mengatakan, pemerintahnya sedang mempertimbangkan untuk memutus kontak dengan Abbas, jika pemerintahan bersatu di Palestina tidak memenuhi tuntutan dunia internasional.
Pada para menteri kabinetnya, PM Israel Ehud Olmert mengungkapkan bahwa ia perlu melihat dulu posisi Abbas dalam pembagian kekuasaan dengan Hamas.
"Sekarang mereka bersatu dalam satu pemerintahan. Jika pemerintahan baru tetap bersikap sama, Abu Mazen (Abbas) akan meninggalkan posisinya semula dalam kesepakatan itu, " ujar juru bicara parlemen Israel mengulang pernyataan Olmert.
Pihak Israel juga mengatakan, sikap mereka terhadap Palestina juga bergantung pada apakah Abbas dan pemerintahan bersatunya akan membebaskan Gilad Shalit, tentara Israel yang masih ditawan para pejuang Palestina. (ln/aljz)