Untuk pertama kalinya, faksi pejuang terkuat di Palestina, Hamas menyatakan secara terbuka bahwa merekalah yang akan membentuk pemerintahan di Palestina setelah pemilu parlemen yang akan diselenggarakan 25 Januari mendatang. Mereka berharap bisa mengalahkan dominasi kelompok Fatah dalam singgasana kekuasaan di Palestina yang sudah berlangsung selama hampir empat dekade. Selama itu pula, Hamas tidak pernah secara langsung menyatakan persetujuannya untuk membentuk sebuah pemerintahan di Palestina.
Tiap kali mengunjungi keluarga yang kerabatnya tewas atau dipenjara selama lima tahun konflik dengan Israel, Pemimpin Hamas Mahmud Zahar dalam situs resminya selalu menyatakan, jika situasinya sudah benar-benar matang, Hamas akan membentuk sebuah pemerintahan yang tidak akan berkompromi dengan Israel.
"Ya, kami ikut dalam pemilihan anggota legislatif untuk mengakhiri bekas-bekas perjanjian Oslo," kata Zahar mengacu pada perjanjian Oslo antara Palestina dan Israel yang disepakati pada awal tahun 1990-an.
Popularitas Hamas makin meningkat, seiring pudarnya citra Fatah akibat dugaan sejumlah kasus korupsi dan lemahnya penegakkan hukum di Palestina. Dalam pemilu lokal kemarin, Hamas menunjukkan keunggulannya di sejumlah wilayah Gaza dan Tepi Barat. Kondisi ini makin mempersulit posisi Presiden Mahmud Abbas yang ditekan untuk menunda pelaksanaan pemilu jika Hamas ikut serta dalam pemilu parlemen.
"Presiden Abbas akan kehilangan kredibilitasnya jika sampai menunda pemilu. Siapapun yang menghalang-halangi pemilu akan kalah. Pemilu akan tetap dilaksanakan," kata Zahar. Ia kembali mengulangi ancaman Hamas yang akan menculik prajurit-prajurit Israel sebagai alat tawaran agar negara Zionis itu membebaskan para pejuang Palestina.
Israel Izinkan Kampanye di Yerusalem
Sementara itu, Israel menyatakan akan mengizinkan para kandidat pemilu parlemen Palestina untuk berkampanye di wilayah Yerusalem Timur, dengan syarat para kandidat itu bukan berasal dari kelompok yang mereka sebut militan.
Menteri Keamanan Dalam Negeri Israel, Gideon Ezra, Senin (9/1) mengatakan, pemerintah Israel sudah memutuskan untuk memberikan izin bagi para kandidat pemilu di Palestina yang tidak mewakili kelompok yang masih mengangkat senjata seperti Hamas.
"Mereka yang ingin berkampanye harus menyerahkan surat permohonan terlebih dahulu pada pihak kepolisian Yerusalem dan hanya mereka yang tidak mewakili kelompok ekstrimis yang akan akan mendapatkan izin," kata Ezra.
Sebelumnya, juru bicara kepolisian Yerusalem Shmuel Ben Rubi menyatakan sudah mendapat perintah dari eselon politik untuk memberikan izin bagi para kandidat pemilu di Palestina untuk berkampanye dengan sejumlah persyaratan. Namun tidak disebutkan apa saja persyaratan itu.
Di antara faksi peserta pemilu di Palestina, Fatah salah satu faksi yang sudah memastikan bahwa pihaknya sudah diberi izin untuk berkampanye di Al-Quds. Dari kota Ramallah, Tepi Barat, kandidat dari Fatah, Hatim Abdul Kadir menyatakan, "Saya sudah dipanggil oleh pihak kepolisian yang mengatakan bahwa mereka mengizinkan Fatah untuk berkampanye di Yerusalem."
"Tapi mereka meminta agar diberikan informasi terlebih dahulu dan poster-poster hanya boleh dipasang di papan-papan iklan," sambung Abdul Kadir.
Izin ini bisa dibilang langkah maju, setelah Israel menghentikan dia kandidat pemilu Palestina yang berkampanye di wilayah Yerusalem. Belum jelas apakah dengan keluarnya izin kampanye ini Israel juga akan mencabut larangan ikut pemilu bagi warga Palestina yang berada di Yerusalem.
Pada Sabtu pekan kemarin, pemantau pemilu dari Uni Eropa memantau persiapan pemilu di Palestina dan mendesak agar Israel segera memberi keputusan atas ketentuan-ketentuan yang akan diterapkannya. Namun seorang juru bicara Uni Eropa mengatakan, pihaknya belum melakukan kontak resmi dengan pemerintah Israel untuk menyampaikan hal itu, sejak PM Ariel Sharon masuk rumah sakit dan otorita Israel tidak bisa memberikan keputusan apapun tanpa konsultasi dengan Sharon. (ln/tehrantimes/aljz)