Hamas dan Rahasia “Kemenangan” Serangan 7 Oktober

Warga Gaza naik tank yang dihancurkan pejuang Al-Qassam, sayap militer Hamas, 7 Oktober 2023

Serangan pejuang Hamas menimbulkan penderitaan bagi ‘Israel’, menempatkan dukungan perlawanan dan pembebasan Palestina 

Oleh: Daniel Byman & Delaney Duff

Eramuslim.com – PADA 7 Oktober, pejuang Hamas mengejutkan ‘Israel’ dengan membantai lebih 1.200 orang dan menahan lebih dari 200 orang. Itu adalah sebuah keberhasilan taktis yang mengesankan kelompok pembebasan Palestina ini.

Namun ketika pasukan ‘Israel’ terus meningkatkan kekuasaannya di Gaza, menyebabkan sebagian besar wilayah tersebut hancur dan menewaskan sekitar lebih 20.915 warga Palestina, apa yang dapat diklaim oleh Hamas sebagai pencapaian mereka?

Ada baiknya kita memikirkan apa yang telah dicapai Hamas, dan apa saja kegagalannya, dengan mengkaji tiga dimensi yang berbeda: perjuangan Hamas melawan ‘Israel’, arena intra-Palestina, dan posisi internasional kelompok tersebut.

Keberhasilan Melawan ‘Israel’

Serangan pejuang Hamas menimbulkan penderitaan bagi ‘Israel’ dan menghancurkan rasa amannya—keduanya merupakan tujuan Hamas.

Serangan tersebut mengungkap keyakinan pemerintah ‘Israel’ bahwa Hamas tidak memiliki niat dan kemampuan untuk melancarkan serangan skala penuh di wilayah ‘Israel’.

Asumsi ini, meskipun ada bukti yang bertentangan, membuat ‘Israel’ tidak siap menghadapi serangan Hamas yang menghancurkan. Kegagalan intelijen (‘Israel’) yang diakibatkannya, yang dilaporkan lebih berhasil daripada yang diantisipasi oleh para perencana Hamas, akan meninggalkan luka psikologis yang mendalam pada warga ‘Israel’ dan memaksa ‘Israel’ untuk mengevaluasi kembali pendekatannya terhadap keamanan di masa depan.

Hingga tanggal 7 Oktober, dan dengan pengecualian roket sporadis yang ditembakkan ke ‘Israel’ dari Gaza yang sebagian besar dapat ditangani oleh pertahanan rudal ‘Israel’, ‘Israel’ dapat mengabaikan Hamas dan Palestina secara umum.

Ketika krisis sesekali terjadi, seperti yang terjadi beberapa tahun sekali, kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk mengambil versi status quo. Namun, dari sudut pandang Hamas, status quo perlahan-lahan mencekik perjuangan Palestina, dan ‘Israel’ menang di lapangan.

Setiap tahun, permukiman haram (ilegal) di Tepi Barat bertambah luas, sementara Gaza mengalami stagnasi, dan tidak ada harapan bagi masyarakatnya. Kini ‘Israel’ harus memperhitungkan agresi yang belum selesai dengan Palestina daripada mengabaikannya.

Respons ‘Israel’ juga dapat memperkuat Hamas. Hamas memaksa perjuangan Palestina kembali menjadi berita utama dunia, dan kampanye militer ‘Israel’ di Gaza—yang mengakibatkan kerugian besar bagi warga sipil di Gaza—membuat Hamas tetap bertahan di sana.

Serangan darat ‘Israel’ berperan dalam narasi Hamas mengenai agresi ‘Israel’, mengasingkan ‘Israel’ dari negara-negara tetangganya, dan memperburuk ketegangan regional.

Dalam jangka panjang, agresi ini menumbuhkan generasi baru warga Gaza yang memiliki perlawanan terhadap ‘Israel’, yang dapat meningkatkan dukungan terhadap Hamas di masa depan.

Keberhasilan dalam Komunitas Palestina

Hamas telah memulihkan apa yang disebut sebagai perlawanan di kalangan rakyat Palestina. Setelah Hamas dipercaya mayoritas warga dan mengambil alih Gaza pada tahun 2007, ia dihadapkan pada tuntutan sehari-hari untuk mengatur Gaza.

Hal ini sering kali memerlukan penghindaran konflik dengan ‘Israel’ untuk memastikan bahwa tekanan ekonomi yang sudah besar terhadap Gaza tidak meningkat dan bahwa ‘Israel’ tidak melakukan serangan militer yang merusak di Gaza.

Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan Hamas membatasi serangannya sendiri dan terkadang tidak terlibat dalam pertempuran ketika ‘Israel’ menyerang Jihad Islam Palestina.

Akibatnya, Hamas mendapati dirinya berada dalam posisi sebagai petugas polisi ‘Israel’ dan bukan musuh yang paling ditakuti, dan membuat marah sayap militernya dan menimbulkan kritik dari kalangan kelompok tersebut.

Serangan Hamas yang sangat efektif meningkatkan dukungan terhadap perlawanan (secara umum) dan memulihkan kredibilitas Hamas (secara khususnya).

Meskipun kita belum memiliki jajak pendapat yang kuat sejak pasca-Oktober. Pada periode 7 Oktober, jajak pendapat terbatas terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat serta laporan berdasarkan pengalaman menunjukkan dukungan yang kuat terhadap serangan 7 Oktober dan menunjukkan bahwa agresi ‘Israel’ di Gaza dan Tepi Barat telah membuat marah banyak warga Palestina yang bukan pendukung Hamas.

‘Israel’ membebaskan tahanan Palestina, yang disambut sebagai pahlawan di Tepi Barat, sebagai ganti warga ‘Israel’ yang dilepaskan Hamas pada 7 Oktober—sebuah kemenangan nyata bagi Hamas, yang dapat berargumentasi bahwa serangan mereka, bukan negosiasi yang dilakukan oleh saingannya, Otoritas Palestina (PA), inilah yang menyebabkan kebebasan para narapidana.

Semua ini terjadi dengan mengorbankan Otoritas Palestina (PA) dan Palestina dengan slogan “mendukung perdamaian” nya. Tanpa ikut berperang, bahkan ikut menindak peserta demonstrasi anti-’Israel’, PA terlihat pengecut jika dibandingkan dengan Hamas.

Agresi ‘Israel’ yang diprovokasi Hamas ikut mendiskreditkan pihak-pihak yang mengatakan bahwa “‘Israel’ bisa menjadi mitra perdamaian”.

Keberhasilan Internasional

Selama bertahun-tahun, perang Palestina-’Israel’ tampaknya menjadi perhatian dunia. Amerika Serikat fokus pada Tiongkok dan agresi Rusia di Ukraina, sementara pemerintah Arab mengabaikan masalah ini meskipun mereka hanya sekedar basa-basi, berakibat Palestina menjadi isu utama.

Agresi ‘Israel’ terhadap serangan Hamas memperkuat narasi Iran yang menggambarkan ‘Israel’ sebagai kekuatan pendudukan yang secara brutal menindas warga Palestina.

Peristiwa ini dan krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza melemahkan citra ‘Israel’ di wilayah tersebut dan meningkatkan dukungan bagi banyak negara, termasuk Iran, yang menentangnya.

Meskipun Iran menyangkal terlibat dalam serangan tersebut, keberhasilan operasi tersebut dapat mendorong Iran untuk berinvestasi lebih besar lagi pada “poros perlawanan”, yaitu jaringan kelompok pejuang regional yang bertujuan untuk mengganggu stabilitas ‘Israel’ dan sekutunya.

Serangan itu juga menghentikan sementara perundingan normalisasi yang didukung AS antara ‘Israel’ dan Arab Saudi. Jika saja Riyadh mengakui ‘Israel’, hal itu akan menjadi landasan bagi negara-negara Arab lainnya untuk melakukan hal yang sama.

Hal ini akan membuat Hamas semakin terisolasi dan hanya memiliki sedikit mitra yang memperjuangkan perjuangan Palestina.

Namun setelah serangan itu, para pemimpin Saudi menjauhkan diri dari ‘Israel’ dan mengeluarkan pernyataan yang mendukung Palestina. Tindakan-tindakan ini sebagian besar dilakukan untuk menenangkan masyarakat yang mayoritas pro-Palestina setelah berbulan-bulan melakukan negosiasi dengan ‘Israel’, dan bukannya mengubah kebijakan Saudi menjadi pro-Palestina.

Namun, mereka berpendapat bahwa dampak politik yang harus ditanggung Riyadh dalam normalisasi hubungan dengan ‘Israel’, yang selalu tinggi, kini jauh lebih tinggi.

Di luar Timur Tengah, perang ini telah menghasilkan banyak dukungan bagi perjuangan Palestina. Demonstrasi pro-Palestina terjadi di seluruh Eropa.

Dengan sedikit pengecualian, negara-negara selatan telah menganut narasi Palestina, menggambarkan perang tersebut sebagai salah satu negara kuat yang menyerang penduduk yang tidak berdaya dan menyesali apa yang dilihat banyak orang sebagai kemunafikan Barat dalam membela Ukraina sambil mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.

Hamas bahkan bisa mengklaim beberapa kemenangan di Amerika Serikat. Meskipun sebagian besar anggota Partai Republik dan Presiden AS Joe Biden mendukung ‘Israel’, Partai Demokrat terpecah belah, dengan generasi muda Demokrat khususnya, semakin kritis terhadap ‘Israel’.

Meskipun tidak sampai pada tingkat mendukung Hamas, beberapa anggota parlemen dari Partai Demokrat menyerukan gencatan senjata, pembatasan bantuan militer AS, dan langkah-langkah lain yang bertentangan dengan kebijakan ‘Israel’.

Harga Kesuksesan

Apa pun keuntungan yang diperoleh Hamas, kerugiannya sangat besar. Baik kepemimpinan Hamas maupun aparat militernya kemungkinan besar akan terdegradasi akibat kampanye militer ‘Israel’.

‘Israel’ mengklaim telah membunuh puluhan komandan dan lebih dari 7.000 pejuang Hamas (sebuah pernyataan yang tidak didukung bukti, red).

Terlebih lagi, ‘Israel’ kemungkinan akan melanjutkan kampanye pembunuhan terhadap para pemimpin Hamas selama bertahun-tahun atau bahkan beberapa dekade mendatang.

Bagaimanapun, masyarakat awam di Gaza tentu saja akan menanggung akibatnya yang paling mahal. Banyak dari sekitar 20.915 orang yang gugur adalah anak-anak, dan kehancuran di Jalur Gaza serta pengungsian sebagian besar penduduknya akan melahirkan krisis berkepanjangan bahkan jika gencatan senjata segera dilakukan.

Warga Gaza perlu melakukan pembangunan kembali, dengan bantuan dunia yang terbatas untuk melakukan hal tersebut.

Kepedihan ini, bisa menimbulkan dampak bagi Hamas: hilangnya dukungan dari rakyat Palestina.

Ketika penderitaan akibat perang memudar sementara kerugian dan kehancuran terus berlanjut, masyarakat Palestina mungkin melihat Hamas sebagai organisasi yang berbahaya daripada organisasi yang heroik. Namun, agar hal tersebut menjadi kenyataan, diperlukan pilihan yang kredibel untuk melakukan negosiasi dan cara-cara damai lainnya bagi Palestina untuk mencapai status kenegaraan dan tujuan lainnya. Hanya hal ini yang akan benar-benar mendiskreditkan perlawanan dengan kekerasan sebagai pilihan terbaik bagi rakyat Palestina.*

Daniel Byman, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies,  profesor di Program Studi Keamanan Universitas Georgetown. Delaney Duff, mahasiswa S2 di Program Studi Keamanan di Universitas Georgetown. Artikel dimuat di laman foreignpolicy.com

(Hidayatullah)

Beri Komentar