Kepala Biro Politik Hamas Khaled Misy’al baru-baru ini mengunjungi Mesir, yang membuka jalan bagi perundingan yang buntu antara Hamas dan Fatah selama ini. Dalam pertemuan yang berlangsung di Kairo itu telah ditandangani kesepakatan antara dua partai, Hamas menyambut baik rencana pemimpin senior Fatah yang mengunjungi Jalur Gaza, dan tujuannya mencari jalan bagi penyelesaian krisis antara kedua faksi itu.
Para pemimpin senior Fatah yang akan melakukan kunjungan ke Jalur Gaza diantaranya, Nabil Sha’ath, Jibril Rajoub, Mahmoud Al-Aloul dan Fakhri Bsaiso.Menurut sumber-sumber yang dekat dengan kedua belah fihak itu, menyatakan, Khaled Misy’al telah menyetujui sebuah persetujuan rekonsiliasi dengan Fatah, dan fihak Mesir bernjaji untuk membuka pintu perbatasan gerbang Rafah secara permenan, yang menghubunkan antara Sinai (Mesir) dengan Gaza bagian selatan. Dan, mereka mengatakan persetujuan (perjanjian) itu akan ditandangani akhir tahun ini.
Pintu Rafah ditutup sejak Hamas mengontrol Gaza di tahun 2007, yang diawali dengan kekalahan Fatah yang sangat getir bagi kelompok yang dipimpin Mahmud Abbas. Dan, melaui tekanan negara-negara Arab dan kelompok kemanusiaan, Mesir akhirnya membuka pintu gerbang Rafah. Hal ini akan memungkinkannya suplai barang-barang bagi kebutuhan rakyat Palestina di Gaza.
Dibukanya pintu penyeberangan secara permanen oleh pemerintah ini dinilai kemenangan bagi Hamas, yang sudah berjuang selama beberapa tahun ini untuk membuka pintu masuk bagi wilayah Gaza,yang diembargo oleh Israel. Dengan dibukanya pintu penyeberangan Rafah ini akan mempunyai arti penting bagi perkembgangan politik di Timur Tengah.
Menurut berbagai sumber di Cairo, Hamas dan Fatah telah sepakat dengan perjanjian baru itu, dan membangun kembali wilayah Gaza, dan masalah keamanan di wilayah itu akan disupervisi oleh negara-negara Arab. Selain itu, keputusan ini dinilai merupakan kemenangan Hamas, karena selama ini Fatah menginginkan agar kontrol masalah keamanan dipegang oleh Otoritas Keamanan Palestina.
Menurut sumber dari Fatah, telah disetujui sebuah konsesi politik yang menyangkut tiga hal, yaitu Hamas akan memiliki perwakilan dalam tubuh Organisasi PLO, pembebasan seluruh tahanan Hamas yang ada di penjara-penjara Otoritas Paleslina yang ada di Tepi Barat, dan mendirikan pemerintahan kesatuan nasional yang berbasis Perjanjian Oslo, tetapi hanya ‘menghormati’ terhdap penjanjian itu. Artinya, Hamas tidak terikat terhadap pengakuan eksistensi ZIonis-Israel.
"Pemerintah Mesir mengatakan mereka membuka pintu penyeberangan Rafah, bila kedua belah fihak menyetujui adanya rekonsiliasi", ujar anggota parlemen Hamas di kota Gaza. Kedua belah fihak juga menyetujui waktu bagi pemilihan presiden dan anggota parlemen. Tetapi, Hamas masih keberatan diselenggarakannya pemilu legislatif awal tahun ini. "Hamas, pertama ingin melihat komitment dari Fatah terhadap seluruh isi perjanjian dan rekonsiliasi itu", tambahnya. "JIka kami melihat Fatah serius dan sungguh terhadap rekonsiliasi dan pemerintah Mesir membuka pintu gerbang Rafah, kami siap melanjutkan pembicaraan itu tentang pelaksanaan pemilu", ujar anggaota parlemen Hamas itu.
Sebuah delegasi Hamas yang dipimpin Mahmoud Zahar telah tiba di Kairo, Selasa kemarin, dan mendiskusikan sebuah penyelesaian konflik dengan fihak Fatah. Delegasi itu diagendakan akan bertemu dengan para pejabat Mesir, khususnya yang menangani keamanan, dan kemungkian akan bertemu dengan Omar Sulaeman, yang mengepalai intelijen Mesir. Nampaknya, Israel juga menginginkan momentum itu digunakan membebaskan Kopral Gilad Shalid melalui sebuah pertukaran tawanan.
Delegasi Hamas itu akan mengunjungi Damaskus untuk bertemu dengan Kepala ‘Biro Politik Hamas, Khaled Misy’al, yang akan memimpin delegasi Hamas, dan yang akan bertemu dengan Kepala Intelijen Mesir, Jendral Omar Sulaeman. (m/jp)