Eramuslim – Lembaga Arab Center for Social Media Advancement (7amleh) merilis laporan terbaru yang berjudul “Pemetaan Segregasi – Google Maps dan Hak Asasi Manusia Palestina”.
Laporan ini mengungkapkan wawasan baru tentang bagaimana proses pemetaan Google Maps di wilayah Palestina yang hanya melayani kepentingan Israel dan bertentangan dengan komitmen Google terhadap kerangka kerja HAM internasional. Terutama pada representasi geografis dan batas politik yang dibuat oleh Google Maps di Israel dan wilayah pendudukan, termasuk penggunaan istilah dan perencanaan rute oleh Google.
“Google Maps tidak menyertakan istilah pencarian Palestina dan jarang memasukkan nama-nama wilayah Palestina. Sementara pada saat yang sama begitu mudah memasukkan nama dan lokasi yang berhubungan dengan Israe. Peta-peta itu juga lalai mengungkap ratusan blokade jalan, pos-pos pemeriksaan yang telah didirikan di seluruh Tepi Barat yang melanggar hak kebebasan Palestina untuk bergerak. Akibatnya, rute Google Maps hanya untuk orang Israel dan pemukim ilegal Israel dan bisa berbahaya bagi orang Palestina,” kata 7amleh dalam pernyataannya, seperti dilansir dari Palestine News Network, Rabu, (19/9).
Laporan ini menyimpulkan bahwa Google Maps menolak untuk menampilkan perbatasan yang diakui secara internasional, desa dan kota Palestina, pos pemeriksaan dan area terlarang yang membahayakan kehidupan orang Palestina dan mengadopsi kepentingan Israel tentang tata ruang yang bertentangan dengan hukum internasional.
7amleh mendesak Google Maps untuk mengimplementasikan serangkaian rekomendasi untuk hak-hak Palestina. Dalam siaran pers, 7amleh menyatakan:
“Sebagai layanan kartografi global terbesar di dunia, Google Maps memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini publik global. Ia memiliki tanggung jawab untuk mematuhi standar hak asasi manusia internasional dan untuk menyediakan layanan yang mencerminkan realitas, bukan hanya untuk mengadopsi kepentingan Israel.