Pemerintah inkonstitusional Palestina, pimpinan Salam Fayadh, menyatakan berlepas diri dari Parlemen Palestina yang didominasi Hamas. Mereka menegaskan keputusan larangan terhadap 103 organisasi sosial dan bantuan kemanusiaan di Tepi Barat dan Jalur Ghaza, karena semua organisasi itu dituding menyalurkan bantuan kepada puluhan ribu keluarga miskin pro Hamas.
Menurut pemerintahan Fayadh, semua organisasi sosial itu merupakan bagian besar yang menopang Hamas dan telah memainkan peran penting dalam membantu rakyat miskin pro Hamas. “Apa yang dilakukan NGO itu ilegal, secara administratif maupun aliran dana bantuan, ” ujar Fayadh. Kepada para pengurus NGO yang selama ini telah banyak membantu rakyat Palestina yang dibelenggu embargo internasional itu, Fayadh mengatakan, “Kalian harus berada di bawah koordinasi Kementerian Urusan Sosial, dan kami lah yang akan berhubungan dengan apa yang kalian inginkan. Tanggung jawab kami sebagai pemerintah adalah memberikan peta sosial masyarakat, khususnya kelompok miskin yang benar-benar membutuhkan bantuan. Kamilah rujukannya. ”
Ia juga mengatakan, bahwa sebenarnya rencana pelarangan terhadap berbagai organisasi sosial itu sudah lama direncanakan. Tapi baru saat ini bisa dilakukan sekaligus dengan persetujua Menteri Dalam Negeri dari pemerintah Palestina inkonstitusional di bawah Fayadh. Dalam persetujuan itu, sebanyak 103 yayasan dan NGO dilarang beroperasi di Palestina. Fayadh juga secara terang-terangan menyatakan menolak semua organisasi yang merupakan underbow Hamas untuk beroperasi di wilayah kekuasaannya. Semua organisasi itu, tambah Fayadh, akan dibubarkan dan dibekukan seluruh asetnya.
Asal diketahui saja, pemerintahan Palestina di bawah Fayadh memang inkonstitusional lantaran tak mendapat dukungan dari parlemen Palestina. Undang-undang Palestina menetapkan bahwa pemerintahan apapun yang tidak mendapat dukungan dari parlemen adalah pemerintahan inkonstitusional dan tidak ada kedudukannya secara undang-undang. Dengan demikian, seluruh keputusan yang dikeluarkannya pun menjadi tidak layak untuk dilaksanakan.
Diduga, langkah pelarangan 103 yayasan sosial dan kemanusiaan itu merupakan keinginan penjajah Zionis Israel untuk menutup semua kran yang bisa memberi “nafas” bagi Hamas, yang kini menguasai Ghaza. Fayadh yang dipilih Mahmud Abbas, dengan langkah ini juga sekaligus ingin memaksakan kemenangannya atas Hamas pada pemilu yang akan datang. Dan karenanya, segala cara dilakukan untuk menggerus Hamas.
Dan dalam pertemuan yang digelar Lembaga Washington Kajian Timur Tengah, disebutkan bahwa pemerintah Fayadh memang harus memiliki jaring keamanan dan jaring sosial sebagai alternatif bagi rakyat Palestina di Tepi Barat. Lagi-lagi tujuannya adalah untuk mengalihkan dukungan rakyat dari Hamas. Termasuk di antara strategi yang ditelurkan dalam pertemuan itu adalah dengan melakukan sentralisasi dalam hal distribusi bantuan sosial dan kemanusiaan yayasan yang ada di Palestina, termasuk dana zakat dan shadaqah yang dikelola oleh orang-orang Hamas. (rz/na-str/pic)