Pemimpin Mesir memberikan informasi kepada Faksi-Faksi Palestina, bahwa sesi putaran ketiga dialog nasional akan diselenggarakan pada 1 April, yang sebelumnya dijadwalkan 30-31 Maret, di Doha, Qatar. Penundaan itu, dimaksudkan untuk lebih mematangkan agenda yang akan menjadi materi dialog, yang masih dalam perbedaan antara Faksi-Faksi. Masalah pokok yang menjadi agenda itu, seperti program penyatuan pemerintahan, pembentukan komite PLO, dan system pemilu.
Penundaan waktu itu juga dimaksudkan untuk memberikan waktu kepada wakil Faksi-Faksi untuk melakukan konsultasi kepada para pemimpin Faksi. Tiga agenda yang paling mendasar itu, tentang penyatuan sistem pemerintahan yang sekarang berada di Gaza City dan Ramallah (Tepi Barat).
Dualisme pemerintahan Palestina ini, tak adalah implikasi dari rekayasa Israel, AS, Uni Eropa, serta Negara Arab, yang tidak menginginkan Hamas memegang kekuasaan, yang sebenarnya merupakan hasil pemilu, yang sudah berlangsung 2006 yang lalu.
Sebenarnya, pemerintahan baru Palestina, yang didesign dan menjadi aspirasi ‘Triumphirat’ itu, sudah menunjukkan sikap akomodatif Hamas, khususnya terhadap keinginan mereka. Memang, Ismail Haniya masih menjadi perdana menteri, tapi sebagian besar anggota kabinetnya sudah diisi orang-orang professional, dan tidak semuanya diambil oleh Hamas. Tapi, perubahan yang sudah sangat akomodatif itu, tetap tidak memuaskan Israel, sehingga lahir pemerintahan Otoritas Palestina, yang dipimpin Perdana Menteri Salam Fayad.
Mungkin pemerintahan baru ini merupakan kompromi, yang akan menyelenggarakan pemilu sebagai solsusi akhir, dan yang lain menyangkut aparat keamanan, serta kesepatan perjanjian yang menyangkut untuk menghindari konflik (perang) diinternal Faksi-Faksi di Palestina.
Meskipun, Juru bicara Hamas, Fauzi Bahroum dan Anggota Parlemen Fatah, Azzam al-Ahmed, merasa sangat pesimis dialog ini akan mencapai kesepatan maksimal. Azzam menilai, selama pemerintah AS, masih ikut campur tangan terhadap Otoritas Palestina (PA), khususnya terhadap Presiden Mahmud Abbas, dan AS menciptakan kondisi, yang akan mendesakkan kepentingannya, maka sulit dapat dicapai kesapahaman.
Juru bicara Fatah mempertanyakan adanya control terhadap media, dan meminta menghentikan semua bentuk berita yang tidak adil terhadap rakyat Palestina, dan tidak lagi mendengarkan pemaksaan yang berasal dari luar. (m/pic)