Umat Islam biasa mengisi sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan melakukan i’tikaf di masjid-masjid, tak terkecuali umat Islam di Palestina. Meski harus menghadapi ancaman dan pembatasan yang diterapkan Israel, Muslim Palestina memberanikan diri beri’tikaf di masjid al-Aqsa.
"I’tikaf di masjid al-Aqsa menjadi pesan yang kuat bagi penjajah Israel bahwa masjid ini tidak sendirian," kata Syeikh Ra’id Salah, ketua Gerakan Islam dalam Garis Hijau pada situs Islamonline.
"Berdiam di masjid untuk melaksanakan i’tikaf adalah salah satu bentuk jihad terhadap para musuh," sambungnya.
Salah yang juga mengetuai Yayasan Al-Aqsa untuk Pemeliharaan Tempat-Tempat Suci Umat Islam, juga sudah membuat berbagai persiapan untuk mendorong warga Palestina agar mau datang kembali ke masjid al-Aqsa pada bulan Ramadhan. Yayasan ini menyediakan transportasi bis gratis setiap hari untuk mengangkut warga Palestina dari berbagai wilayah ke Al-Quds.
Bagi mereka yang beri’tikaf juga disediakan makanan untuk berbuka dan sahur, sementara pada imam memberikan ceramah-ceramah yang memberikan semangat bagi para jamaah. Pihak Yayasan menyatakan, dalam sepuluh hari terakhir Ramadhan ini, masjid al-Aqsa diharapkan akan dikunjungi oleh sekitar 250 ribu jamaah, disaat umat Islam yang berpuasa mengharapkan mendapatkan malam Laylatul Qadr.
Warga Palestina bukannya tidak mau datang ke masjid al-Aqsa, tapi kedatangan mereka selalu dihalang-halangi oleh penjajah Israel. Mereka harus melalui pos keamanan tentara Israel di Qalandiya.
Menurut Syeikh Muhammad Hussein, Mufti Al-Quds dan Palestina, i’tikaf di al-Aqsa merupakan kewajiban bagi setiap Muslim guna menghadapi kaum penjajah Zionis Israel. (ln/iol)