Tinggal beberapa jam lagi, Palestina akan menggelar pesta demokrasi untuk memilih anggota parlemennya. Rakyat Palestina berharap pemilu akan berjalan jujur, bebas dan yang penting adalah tidak diwarnai aksi kekerasan.
Para kandidat sudah kembali ke rumah dan kantor pusatnya masing-masing setelah masa kampanye berakhir hari Senin (23/1) kemarin. Para jurnalis dari berbagai media massa sudah berkumpul di sejumlah wilayah Palestina. Kurang lebih ada 1.000 wartawan dan koresponden asing yang sudah berada di Tepi Barat dan Jalur Gaza untuk meliput jalannya pemilu legislatif di Palestina.
Gangguan Keamanan
Meski Pemilu Palestina sudah didepan mata, aksi kekerasan tentara Israel terus berlangsung. Di Ramallah, seorang pemuda Palestina berusia 13 tahun tewas dibunuh tentara Israel Senin kemarin. Di Tepi Barat, tentara Israel menangkap sembilan warga Palestina yang diduga anggota kelompok pejuang.
Pada Selasa kemarin, di kota Nablus Tepi Barat, seorang laki-laki Palestina ditembak oleh sekelompok laki-laki bersenjata, ketika ia sedang menempelkan poster-poster calon kandidat dari Fatah. Anehnya, pelaku penembakan itu diduga kelompok yang berafiliasi dengan sayap militer Fatah, Brigade Martir Al-Aqsa.
Di kota Gaza, sekelompok warga terlibat keributan yang dipicu persoalan keluarga. Mereka membakar ban-ban di depan rumah Mahmud Abbas untuk memprotes situasi keamanan menjelang pemilu. Kejadian serupa juga terjadi di Khan Yunis, yang diperkirakan akan mengganggu kelancaran warga untuk memberikan suaranya dalam pemilu besok. Kemarin malam, sekelompok laki-laki dari pihak yang bertikai mengambil barang-barang di toko pihak lawannya dengan cara memecahkan jendela dan menghancurkan isi toko, kata seorang saksi mata.
Situasi ini membuat sebagian warga enggan keluar rumah. Fawziah al-Masri salah seorang warga yang mengaku tidak bisa keluar rumah selama hampir sebulan ini mengungkapkan, "Tak seorang pun yang keluar..jalan -jalan ditutup….. dan di sana ada kantong-kantong pasir serta pos pemeriksaan ditempatkan di seluruh wilayah. Situasinya sudah seperti zona perang. Otorita Palestina sama sekali tidak mengambil tindakan. Saya sudah tiga kali meminta agar mereka bertindak tapi mereka mengatakan: apa yang bisa kami lakukan?"
"Kemarin, Muhammad Dahlan (kandidat dari Fatah) datang ke sini untuk kampanye. Tapi jalan-jalan kosong, sehingga ia pun pergi. Muhammad tidak pernah menanyakan tentang kami sebelumnya. Dia datang hanya untuk kampanye," sambung al-Masri.
Di sisi lain, Presiden Palestina Mahmud Abbas menjamin bahwa pemilu akan berlangsung dengan damai. Kementerian Dalam Negeri Palestina mengerahkan sekitar 13.000 pasukan keamanan untuk berjaga-jaga di dalam dan di luar tempat-tempat pemungutan suara.
"Kami siap melaksanakan tugas kami dan yakinlah bahwa pemilu akan berjalan damai dan aman untuk semua orang," kata juru bicara kementerian dalam negeri, Tawfiq Abu Khusa.
Kendala Pemilu
Menurut data Central Elections Commission (CEC) setidaknya ada lebih dari 810.000 calon pemilih di Tepi Barat dan 530.000 pemilih di Jalur Gaza yang tersebar menjadi beberapa kelompok usia.
Kepala Humas CEC, Hazim Balusha menyatakan, persiapan pemilu sudah sampai pada tahap akhir. "Kamu sudah siap. Semua kelengkapan teknis dan logistik sudah siap dan semua staff kami sudah siaga untuk menghadapi kemungkinan adanya persoalan yang timbul," katanya.
Lebih lanjut Balusha mengungkapkan, para pemilih di desa-desa di wilayah Tepi Barat kemungkinan akan mengalami hambatan untuk bisa datang ke tempat pemungutan suara karena pihak Israel menutup sejumlah jalan dan membuat pos-pos keamanan yang membatasi gerak warga Palestina. Padahal sudah militer Israel sudah berjanji akan mempermudah warga Palestina yang ingin memberikan hak suaranya.
Selain itu pihak tentara Israel juga sudah berjanji untuk tidak melakukan penangkapan dan penyerbuan di Tepi Barat selama masa pemilu. Namun para kandidat pemilu menyatakan kekhawatirannya bahwa militer Israel akan menghambat gerak para pemilih bahkan mungkin menangkap warga Palestina.
Balusha juga mengkhawatirkan nasib warga Palestina yang berada di wilayah penyangga di Jalur Gaza seperti desa Al-Siyafa yang masih berpotensi mengalami aksi kekerasan dari Israel. Meski demikian warga di wilayah itu menyatakan, sepanjang mereka diberi jaminan kebebasan untuk bepergian, mereka tidak khawatir akan nyawa mereka.
Musa al-Ghul, kepala desa Al-Siyafa yang juga ikut mencalonkan diri dalam pemilu lokal kemarin mengatakan,"Kami sudah kehilangan rasa keamanan kami, kami sudah biasa hidup di tengah ketakutan. Setiap orang yang berani bergerak harus berhadapan dengan ancaman dan kami bepergian keluar rumah dengan menanggung resiko sendiri."
Sementara itu, selain ribuan wartawan, ratusan pemantau asing juga berdatangan ke Palestina untuk memantau jalannya pemilu. Mereka tersebar di Tepi Barat dan Jalur Gaza. CEC menyebutkan, sekurangnya ada 850 pemantau pemilu internasional yang kini berada di Palestina. (ln/aljz/bbc)