Delegasi UE Mengaku Prihatin Melihat Penderitaan Warga Palestina di Gaza akibat Ulah Israel

Delegasi Uni Eropa mengunjungi Gaza untuk mendapatkan perspektif baru tentang persoalan kekurangan pangan rakyat Palestina akibat penutupan sejumlah lintas batas yang penting oleh Israel. Delegasi terdiri dari 16 orang ketua misi, mereka antara lain mengunjungi Al-Mintar di perbatasan Karni, sebuah perusahaan penggilingan gandum terbesar di Gaza dan proyek-proyek rumah hijau di mana berton-ton buah cherry dan tomat busuk karena tidak terjual.

Meskipun Israel sudah membuka kembali perbatasan Al-Mintar setelah dilakukan pertemuan darurat pekan kemarin, para ahli dan pejabat dari PBB mengatakan perbatasan itu belum berfungsi sepenuhnya dan masih di bawah kapasitas karena masih banyak barang-barang yang tidak diperkenankan masuk atau keluar melalui perbatasan itu.

David Shearer, kepala kantor kordinator urusan bantuan kemanusiaan PBB mengatakan, banyak ketua-ketua misi bantuan yang mengkhawatirkan situasi di Gaza. Oleh sebab itu mereka datang untuk melihat dengan mata kepala sendiri dan mereka bisa melihat bahwa perbatasan Karni belum sepenuhnya berfungsi. "Produk-produk pertanian menjadi busuk sia-sia karena tidak bisa diekspor ke luar Karni," kata Shearer.

Sementara itu, Kepala penggilingan gandum terbesar di Gaza Mustafa Shurrab mengatakan, perusahaannya belum bisa berjalan dengan kapasitas penuh karena kebanyakan toko-toko yang menjual biji gandum stoknya kosong dan tidak banyak gandum yang diimpor untuk mengisi kekosongan itu.

"Fasilitas gudang kami sudah kosong sejak bulan Februari. Saat ini, sekitar 250 ton gandum yang kami miliki sudah digunakan untuk satu hari itu saja. Saya tidak bisa menyimpan gandum karena kami sangat sulit mendapatkan gandum yang cukup. Meski saya sebenarnya punya persediaan gandum dari Israel tapi saya tidak bisa mengimpornya kesini," kata Shurrab.

Menurut Menteri Ekonomi, warga Palestina di Gaza mengkonsumsi sekitara 350 ton tepung terigu setiap hari. "Kami meminta mereka untuk membuka perbatasan lebih lama dan atas dasar konsistensi untuk mencegah kekurangan bahan makanan," pinta Shurrab.

"Kalau Karni ditutup lagi besok, kami akan menghadapi persoalan yang sama. Solusi yang berhasil dicapai pekan kemarin, cuma langkah sementara," keluhnya lagi.
Perbatasan al-Mintar di Gaza merupakan urat nadi lalu lintas perdagangan antara Palestina dan Israel. Pada tahun ini, perbatasan itu sudah ditutup selama hampir 50 hari. Akibat penutupan itu, sekitar 1,5 juta warga Palestina di Gaza, kekurangan bahan makanan.

Keprihatinan Delegasi Uni Eropa

"Kami perhatikan sejak Januari, ketika Karni dibuka secara total untuk beberapa minggu. Meskipun sudah dibuka kembali, hanya empat dari 34 gudang yang beroperasi. Artinya kapasitas kerjanya hanya 10 persen. Situasi ini sangat serius dan itulah sebabnya kami datang untuk menyaksikan sendiri kondisi di sini," papar Moll.

Ia menambahkan, dirinya dan ketua-ketua misi Uni Eropa masih menunggu pengarahan tentang bagaimana berhubungan dengan pemerintahan Hamas.

Sementara itu, kepala misi dari Belanda di Palestina Frans Makken menyatakan, pihaknya sedang berupaya untuk memvisualisasikan segala sesuatu yang sudah menjadi bahan pembicaraan mereka sejak lama.

"Penutupan Karni sudah banyak dibicarakan karena situasi keamanan yang sudah ditangani oleh pihak Palestina. Jika ekspor dan impor hanya sedikit, rumah-rumah hijai akan menderita kerugian. Mereka kehilangan musim panen yang artinya kerugian besar dan hilangnya produktifitas untuk musim-musim selanjutnya. Apa yang menjadi harapan kami adalah, warga Palestina bisa mencari nafkah, itu yang paling penting," jelas Makken.

Delegasi juga mengunjungi proyek rumah hijau yang dikelola oleh Palestine Economic Development Company. Di tempat ini, anggota delegasi melihat buah-buah tomat yang tidak bisa diekspor dibuang di lokasi pembuangan dekat proyek rumah hijau tersebut.

Eksekutif perusahaan itu, Ayed Abu Ramadan mengungkapkan, proyek itu menderita kerugian sebesar 5 juta dollar baik secara langsung maupun tidak langsung. Meski musimnya sudah hampir berakhir, mereka masih mengalami surplus produksi.

"Dari kapasitas penuh hanya sepertiganya yang bisa diekspor ketika perbatasan dibuka kembali. Situasinya sangat buruk. Kami tidak bisa berharap pada Karni," kata Ramadan.(ln/aljz)