Dari Libanon ke Palestina, Anak-Anak Jadi Target Pembunuhan Israel

Kriminal perang nomor wahid. Sejarah kelam Israel penuh dengan kekejaman dan kebiadaban yang tak pernah tertandingi oleh sejarah bangsa manapun di dunia modern saat ini. Berdiri di atas korban anak-anak dan kaum wanita, hingga sekarang pembantaian atas korban tak berdosa itu terus dipertontonkan di Palestina dan Libanon. Apa motif pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap anak-anak?

Sejak negara Israel diklaim berdiri tahun 1948, pasukan Israel telah meluluhlantakkan sejumlah desa di Palestina dan negara Arab tetangganya dengan berbagai tragedi pembunuhan. Yang paling baru dilakukan Israel adalah pembantaian anak-anak di Libanon dan Ghaza. Israel telah membunuh 40 an anak-anak di Qana dan 33 orang anak-anak di Ghaza, hanya dalam rentang waktu 2 bulan saja. Pembantaian yang dilakukan Israel di Qana, bahkan menewaskan 27 anak-anak yang masih memakai pakaian tidur.

Setelah pembantaian itu, PM Libanon mengatakan, “Penghormatan kepada arwah para syuhada dan pemuliaan kepada semua korban meninggal di Qana berikut mata mereka yang tak berdosa yang masih berada di bawah reruntuhan. Saya sampaikan teriakan pilu kepada semua masyarakat Libanon, masyarakat Arab dan dunia. Saya ketuk nurani kemanusiaan di seluruh dunia, untuk berdiri bersama kami menghadapi kebiadaban Israel.”

Tapi, nyaris tak ada yang memberi jawaban atas rintihan pilu PM Libanon itu. Tak ada pihak manapun dari dunia internasional maupun negara Arab yang bisa menghentikan kekejaman itu.

Di Ghaza, jumlah syuhada anak-anak sejak bulan Juni lalu, mencapai angka 48 orang, menurut data Pusat HAM Palestina. Sementara jumlah korban luka anak-anak berjumlah 200 orang. Kebanyakan mereka, meninggal atau terluka ketika berada di dalam rumah bersama keluarganya. Mereka, sama sekali jauh dari medan peperangan, apalagi menemani para pejuang Palestina berperang.

Meski jelas-jelas berlawanan dengan kesepakatan Jenewa nomor 53 dan 147 soal larangan keras membunuh warga sipil dan anak-anak dalam perang, masyarakat dunia tidak pernah menggiring Israel ke mahkamah internasional sebagai penjahat perang. Terlebih karena adanya restu AS atas seluruh tindak biadab yang dilakukan Israel.

Dalam kasus pembumihangusan sejumlah desa di Libanon dan Palestina, seorang pengamat mengatakan bahwa tindakan seperti ini dilatarbelakangi dua hal. Pertama, guna mencabut dukungan warga terhadap perlawanan bersenjata melawan Israel dan balas dendam buta atas tewasnya sejumlah warga Israel oleh pejuang Libanon maupun Palestina.

Dalam sejarahnya, tentara Israel memiliki unit 101 yang berada di bawah koordinasi langsung Ariel Sharon. Pasukan itulah yang bertugas masuk ke dalam rumah, meledakkan atau membakar isinya. Melakukan pembantaian, di Qubaih, Nahalin, Barbaj pada tahun 50 an. Terakhir Israel melakukan tindakan serupa di Jabaliya, Beit Hanun, Syujaiya, Hay Qashba, di Nablus, Jenin, dan wilayah lainnya.

Sejumlah pakar psikologi menyimpulkan, kekejaman Israel itu dalam rangka menolak semua ancaman yang membahayakan eksistensi Israel, termasuk anak-anak sekalipun. Seorang psikolog Israel bahkan mengatakan, “Pasukan Israel tak berdosa apapun atas tindakan itu. Mereka hanya melakukan pembalasan atas kejahatan yang memang dilakukan oleh pihak lain.”

Sampai kapan Israel bebas melakukan pembantaian tak terperi atas umat Islam? (na-str/iol)