AS dan Israel puas dengan langkah yang diambil Presiden Palestina Mahmud Abbas membubarkan pemerintahan Hamas, berikut angkatan bersenjatanya. Karena sejak lama kedua sekutu itu, memang tidak menginginkan Hamas memegang tampuk pemerintahan di Palestina.
Seperti diberitakan, dengan alasan untuk memecahkan kebuntuan pertikaian faksi Hamas dan Fatah, Presiden Abbas melangkahi kewenangan parlemen dengan secara sepihak membentuk kabinet darurat dan menunjuk Salman Fayyad sebagai perdana menteri baru menggantikan Ismail Haniyah. Sebelumnya, Salman Fayyad menjabat sebagai menteri keuangan di kabinet pemerintahan bersatu.
AS menyatakan mendukung langkah Abbas. Dalam pertemuan dengan Abbas di Tepi Barat, utusan khusus AS di Yerusalem Jacob Walles menyatakan AS akan segera mencabut larangan bantuan langsung ke Palestina, begitu pemerintahan baru di Palestina diumumkan.
"Saya berharap kami akan segera menjalin kerjasama dengan pemerintahan ini. Awal minggu depan, saya harap Washington akan mengumumkan beberapa hal, khususnya tentang bantuan yang akan kami berikan dan peraturan tentang bantuan keuangan, " ujar Wales akhir pekan kemarin.
Sementara PM Israel Ehud Olmert hari Minggu mengatakan bahwa formasi baru pemerintahan Palestina akan menciptakan "kesempatan baru" bagi langkah-langkah perdamaian.
Olmert juga menyatakan akan mengakui pemerintahan baru, di mana tidak terdapat menteri-menteri yang berasal dari Hamas. "Pemerintahan Palestina yang bukan Hamas, adalah partner kami dan kami akan bekerjasama dengan mereka, " kata Olmert sebelum bertolak ke AS.
Abbas mengambil sumpah anggota kabinet barunya di Ramallah, Tepi Barat, Minggu (17/6). Dalam pengambilan sumpah, Salma Fayyad yang ditunjuk sebagai perdana menteri sementara pengganti Haniyah menyatakan, bahwa ia akan memimpin kabinetnya secara sistematis dan dengan tangan yang bersih.
"Saya bersumpah demi Tuhan, untuk setia pada tanah kelahiran, rakyat dan warisan-warisan nasional, menghormati hukum dan konstitusi dan memnuhi apa yang menjadi kepentingan rakyat, " kata Fayyad, 55, seorang ekonom yang pernah bekerja di IMF dan Bank Dunia.
Di Jalur Ghaza, PM Ismail Haniyah menolak kabinet darurat bentukan Abbas. Ia menyatakan dirinya masih menjadi perdana menteri yang sah dan kabinet itu merupakan kabinet ilegal. Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari Hamas, apakah mereka akan mengambil langkah-langkah tertentu menyusul situasi terbaru di Palestina. (ln/iol/aljz).