Eramuslim – Jelang bulan Juli yang tinggal hitungan jam, perang telah menanti negara-negara Islam di dunia dengan entitas Zionis Israel dalam ruang Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahun dan Kebudayaan (UNESCO) terkait dengan status al-Quds dan Hebron.
Nantinya dalam agenda sidang ke-41 Komisi Warisan Dunia yang diselenggarakan di kota Krakow, Polandia, tanggal 2-12 Juli mendatang. UNESCO akan melakukan pemungutan suara ulang terhadap resolusi sebelumnya yang disampaikan oleh Jordania terkait status kota Al Quds.
Dalam sidang mendatang, resolusi yang telah dikeluarkan UNESCO pada 26 Oktober 2016 terkait ‘status kota Al Quds yang diduduki dan meminta entitas pendudukan Zionis Israel untuk menghentikan seluruh aktivitasnya di kota suci tersebut’ akan dibahas ulang.
Keputusan terbaru dalam sidang 10 hari mendatang nantinya apakah akan memperkuat hasil resolusi sebelumnya atau tidak, semuanya akan tergantung pada 21 negara anggota Komisi Warisan Dunia.
Komisi Warisan Dunia di “UNESCO” sendiri terdiri dari perwakilan 21 negara yang dipilih Majelis Umum PBB yang terikat dalam perjanjian berkaitan dengan perlindungan warisan budaya dan alam dunia.
Sementara itu dalam terbitannya hari Selasa (27/06) kemarin, surat kabar Jerusalem Post menyatakan bahwa pemerintah Tel Aviv akan melakukan segala upaya untuk menghentikan peninjauan keputusan mendatang yang dianggap dapat membahayakan proyek Yahudisasi kota Al Quds.
Perlu diketahui setiap kali ada sidang baru UNESCO, resolusi yang dikeluarkan akan selalu menguatkan pemungutan suara dari hasil resolusi di tahun-tahun sebelumnya.
Dalam konteks terkait, delegasi Zionis Israel di UNESCO ini mengungkapkan bahwa pemerintah Palestina telah mengusulkan agar Masjid Ibrahimi di kota Hebron masuk dalam daftar situs-situs peninggalan yang terancam bahaya.
Tahun 2010 dewan eksekutif UNESCO mengadopsi resolusi terkait Masjid Ibrahimi di Hebron dan masjid Bilal bin Rabah di Betlehem, dimana 44 suara mendukung dan satu suara menentang serta 12 suara abstain.
Resolusi tersebut menyatakan, “Dua tempat tersebut adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari tanah Palestina yang diduduki. Tindakan apapun dari satu pihak yang dilakukan otoritas Israel dianggap pelanggaran hukum internasional dan kesepakatan-kesepakatan UNESCO serta resolusi-resolusi PBB dan DK PBB.” (PIP/Ram)