AS tak kurang akal untuk terus mendesak pemerintah Palestina agar mau mengakui Israel. Negara Paman Sam itu memberi waktu 90 hari atau tiga bulan kepada pemerintah Palestina sebelum mengambil sikap tertentu terkait pemerintahan yang baru dibentuk oleh Hamas dan Fatah.
Kesimpulan ini merupakan hasil komunikasi AS dan UE terkait sikap politik yang harus mereka sepakati terhadap pemerintahan Palestina yang baru. Selama tiga bulan itu, hukuman embargo ekonomi dan politik akan tetap diberlakukan atas Palestina.
Menlu AS Condoleezaa Rice mengatakan, “Pemerintah koalisi nasional Palestina yang baru harus menyatakan sikapnya yang jelas terkait kekerasan melalui perlawanan. ” Rice menyinggung pernyataan Haniyah dalam sidang pertama di depan parlemen soal hak perlawanan Palestina terhadap Israel. “Apakah perlawanan yang dimaksud itu adalah kekerasan atau bukan, ” sergahnya.
Rice saat melakukan konferensi pers dengan wakil Uni Eropa mengatakan bahwa baik AS maupun UE telah mendiskusikan masalah yang terjadi antara Palestina dan Israel, juga masalah Iran yang hingga saat ini menolak menghentikan pengembangan uraniumnya. Menurut Rice, perbincangan mengenai Iran mengarah pada keputusan penjatuhan sangsi kedua atas Teheran.
Kelompok negara kwartet yang terdiri dari AS, UE, PBB dan Rusia, sempat berselisih tentang sikap terhadap pemerintah Palestina. Rusia, UE dan PBB sebelumnya telah menyatakan menyambut positif pembentukan pemerintahan Palestina, sementara AS masih bersikeras untuk tidak mengakui pemerintahan Palestina sebelum mau tunduk pada pengakuan eksistensi Israel.
Rusia yang pernah mengundang pimpinan Hamas Khalid Mishal ke Moskow mengatakan keinginannya untuk mendukung pemerintahan Palestina. Menlu Rusia Sergey Laprof mengatakan, “Seseorang harus yakin, agar dia tidak bicara tentang pemboikotan terhadap pemerintah yang dibentuk pasca kesepakatan Makkah. ” (na-str/pic)