Sejumlah media massa berbahasa Ibrani mengungkap info baru mengejutkan tentang rencana pemerintah AS melakukan revisi undang-undang anti teroris, setelah kemenangan Hamas dalam pemilu Palestina. Informasi itu adalah seputar pencantuman Pemerintah Palestina yang telah berubah menjadi “markas kaum teroris”, seperti dikutip media massa Israel.
Menurut media massa Israel seperti dilansir oleh situs Palestina Information Center, rencana AS untuk memasukkan Pemerintah Palestina dalam daftar negara lokasi teroris memang belum final. Namun setidaknya hal itu kelak akan sangat mempengaruhi pengucuran dana yang lebih ketat dari AS untuk Palestina. Teks tentang rencana AS itu menyebutkan “Pemilu telah meletakkan orang-orang Palestina dalam daftar internasional, yang telah memberi tempat bagi kaum teroris”. Bukan hanya soal dana bantuan saja, namun efek selanjutnya adalah soal kerjasama ekonomi yang akan bermasalah dengan dimasukkannya Palestina dalam daftar lokasi teroris itu. Sejumlah anggota Kongres Amerika baik dari Partai Republik maupun Partai Demokrat telah terang-terangan menyatakan sikapnya soal rencana tersebut.
Menurut media massa Israel, teks proyek undang-undang baru itu juga menyebutkan akan menutup seluruh perwakilan, konsulat atau hubungan diplomatik dengan pemerintah Palestina. Melarang pimpinan Hamas untuk masuk ke wilayah AS dan melarang Hamas melakukan komunikasi diplomatik dengan AS. Selanjutnya, ada pula teks yang melarang bantuan langsung kepada pemerintah Palestina, maupun dewan parlemen Palestina, bahkan pemerintah daerah Palestina dari manapun, yang berada di bawah kontrol Hamas atau kelompok teroris.
Sementara itu, Hamas tetap menegaskan sikapnya untuk menampik tekanan negara Barat yang ingin melucuti senjata Hamas dan agar Hamas mengakui entitas Israel di Palestina. Menurut Khalid Misy’al, Ketua Biro Politik Hamas, “Hamas tidak akan menjual kehormatan bangsa dan prinsip perjuangannya untuk menerima bantuan dari negara-negara yang ingin menyengsarakan Palestina.”
Misy’al-menganggap apa yang dilakukan AS dengan menyetop dana bantuannya lantaran pemenang pemilu adalah Hamas, merupakan hukuman terhadap proses demokrasi yang telah dilakukan rakyat Palestina. “Alih-alih mengakui kemenangan Hamas, menganggap Hamas sebagai kelompok terpilih secara merdeka oleh publik Palestina, menerima hasil pemilu, mendukung pembangunan Palestina baru, mencari cara untuk menghentikan pertumpahan darah, kita melihat AS dan Uni Eropa justru mengancam memberi hukuman terhadap rakyat Palestina,” ujar Misy’al. Ia melanjutkan, “Di saat rakyat Palestina telah sukses dan berhasil melakukan pemilu secara demokratis. Ternyata dunia justru gagal menerima ujian demokrasi.” (na-str/pic)