Negara-negara Arab pesimis akan kemajuan perdamaian di Palestina, menyusul pemilihan umum Israel yang akan berlangsung pada Selasa (28/3) ini. Mereka meyakini partai apapun yang akan menang dalam pemilu Israel, hanya akan mengambil langkah-langkah sepihak dan akan mempertahankan kekuasaannya di wilayah Palestina yang mereka duduki.
"Kita tidak bisa berspekulasi soal hasil pemilu, tapi program-program politik partai-partai di Israel yang ikut pemilu jelas dan kebanyakan tidak kondusif untuk mencapai perdamaian yang nyata," kata Menteri Luar Negeri Palestina, Nasir al-Kidwa.
Lebih dari lima juta rakyat Israel akan memberikan suaranya dalam pemilu yang akan memilih 120 anggota parlemen Israel. Sekitar 31 partai bertarung untuk mendapatkan kursi parlemen, meski diperkirakan hanya setengah dari partai-partai itu yang mampu menerobos gedung parlemen.
Sehari sebelum pelaksanaan pemilu, surat kabar Yediot Aharonot merilis hasil polling yang menunjukkan bahwa Partai Kadima pimpinan Ehud Olmert diperkirakan akan memenangkan 34 kursi parlemen, Partai Buruh 21 kursi dan Partai Likud 13 kursi.
"Siapapun yang akan muncul di Israelm, tidak akan ada proses perdamaian. Semua partai di Israel telah terbukti bahwa mereka justru menjadi penghalang perdamaian.Mereka semua menghadap pada sisi koin yang sama," kata Menlu Suriah, Walid al-Mualim.
Olmert, yang sekarang menjabat sebagai PM sementara Israel sudah mengedepankan platform partainya yang menetapkan penentuan perbatasan Israel secara permanen dan sepihak, tanpa merasa perlu berkonsultasi dengan Palestina.
Ia mengatakan, Israel akan mempertahankan blok-blok pemukiman Yahudi yang luas di Tepi Barat, memecah wilayah Palestina dan membuatnya makin sulit untuk mewujudkan negara Palestina merdeka dan berdampingan dengan Israel.
Sementara itu Menlu Libanon, Fawzi Sallukh menyatakan hanya melihat sedikit harapan bagi perdamaian karena kebijakan Israel yang terus menerus dilakukan secara sepihak.
"Kalau para pemimpin politik di Israel melanjutkan mental dan spirit seperti ini, tidak akan pernah ada perdamaian. Mereka memutuskan sepihak untuk mundur dari tanah Palestina, di wilayah yang berbeda, mereka membuat kantong-kantong bagi warga Palestina tanpa akses penghubung satu dengan yang lain untuk membentuk negara Palestina yang utuh," kata Sallukh.
Rakyat Palestina khawatir akan memikul beban yang bertambah berat jika Partai Kadima menang dalam pemilu Israel, karena partai ini pasti akan memaksakan kebijakan sepihaknya tentang perbatasan.
Mesir dan Yordan, dua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel juga mengungkapkan kekhawatiran yang sama. "Segala sesuatunya akan bertambah buruk, karena sikap sepihak Israel. Hal itu akan beresiko pada proses perdamaian yang berdasar pada multilateralisme dan peta jalan damai," kata seorang diplomat Arab. Reuters menyebutkan, Mesir dan Yordania enggan menyuarakan kekhawatirannya itu karena hubungan diplomatik kedua negara itu dengan Tel Aviv.
Meski demikian, para menteri luar negeri negara-negara Arab dalam pertemuan di Khartum ibukota Sudan, Minggu (26/3) sepakat untuk menolak pendekatan sepihak yang dilakukan Israel. Mereka juga memastikan kembali inisiatif perdamaian negara-negara Arab dengan Israel yang ditawarkan pada tahun 2002 lalu, asalkan Israel mau mundur dari dataran tinggi Golan di Suriah dan semua wilayah di Tepi Barat serta Al-Quds sesuai perjanjian perbatasan pada tahun 1967. (ln/iol)