Eramuslim.com – Balas dendam Iran kepada ‘Israel’ pada Sabtu (13/4/2024) telah menyita perhatian publik secara luas. Iran meluncurkan hampir 350 drone dan rudal terhadap ‘Israel’ pada tanggal 13 April sebagai respons atas serangan udara ‘Israel’ pada 1 April ke kompleks kedutaan besarnya di Suriah yang menewaskan 12 orang, termasuk dua jenderal elit Iran.
Meski banyak yang menyebut tindakan Iran sebagai sebuah serangan besar, verifikasi media-media independen belum merilis adanya jumlah korban secara signifikan dari militer dan fasilitas perang Israel dari tindakan Iran kecuali kerusakan di pangkalan udara di Nevatim, Gurun Negev yang masih tetap dapat beroperasi.
Cek fakta kantor berita AFP juga menemukan bahwa video mengenai Tel Aviv terbakar yang diasosiasikan dengan serangan Iran di sejumlah media sosial, merupakan kebakaran di Texas, pada akhir Februari.
Jika di awal peristiwa berbagai pihak menilai konflik keduanya mengarah pada ekskalasi besar, belakangan sejumlah analis menilai perseturuan keduanya hanyalah berhenti sebagai sebuah aksi balas dendam Iran dari tindakan provokasi ‘Israel’.
“Netanyahu, the gambler, needed another throw of the dice and what he did was hit the Iranian consulate, which contained Iran’s top soldier along with seven commanders of the Revolutianary Guards,” ujar pemimpin redaksi media berpengaruh soal Timur Tengah Middle East Eye, David Hearst.
Arti bebasnya, Netanyahu, sang penjudi, perlu melempar dadu lagi dan apa yang dia lakukan adalah menyerang konsulat Iran, yang berisi prajurit tertinggi Iran bersama dengan tujuh komandan Garda Revolusi.
Provokasi ‘Israel’ ke Iran pada awal April lalu sebenarnya tidak lepas dari pemikiran Perdaa Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu untuk mencari jalan keluar guna menutupi kekelahan mereka di jalur Gaza.
Hingga perang berangsung hampir memasuki bulan ketujuh, sesumbar Netanyahu untuk menghabisi Hamas dan menguasai jalur Gaza, masih jauh dari harapan.
Kelompok pejuang kemerdekaan Palestina itu bahkan tetap teguh dalam tuntutannya jika Netanyahu mengingkan gencatan senjata, yakni mencabut blokade dari Gaza, tarik pasukan penjajah, dan bebaskan tahanan Palestina. Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi penjajah.
Sebab itu sama saja mengakui kekalahannya dalam perlawanan terhadap Gaza.
Di sisi lain, ‘Israel’ banyak dikecam dunia internasional akibat tindakan genosidanya terhadap bangsa Palestina. Dukungan sekutu Barat terhadapnya sudah menurun.
Fakta-fakta anak-anak dan perempuan tak berdosa yang dibunuh penjajah telah melahirkan empati global dan melahirkan kecaman terhadap Barat yang selama ini membiayai perang Netanyahu.
Zionisme benar-benar tidak memiliki “jalan keluar” dari Gaza dengan kepala tegak. Menurut keterangan militer penjajah per 16 April, sebanyak 604 tentaranya tewas sejak 7 Oktober, termasuk 260 di antaranya sejak dimulainya operasi darat di Gaza pada 27 Oktober 2023.
Sementara menurut media terkemuka ‘Israel’ Haaretz pada Januari 2024, sebanyak 1.600 tentara ‘Israel’ menderita stres paskatrauma sejak dimulainya perang.
Walau dibombardir penjajah ‘Israel’, keteguhan masyarakat Gaza pun tidak bergeser untuk mempertahankan wilayahnya. Survei Pusat Survei dan Penelitian Kebijakan Palestina (PCPSR) di Ramallah pada Maret 2024 menunjukkan lebih dari 50% warga Palestina yakin Hamas harus memerintah Jalur Gaza ketika perang berakhir. Hanya 11 persen yang menginginkan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas untuk memimpin Gaza.
Survei, yang dilakukan antara tanggal 5-10 Maret dengan mengambil sampel 1.580 warga dewasa Palestina di Gaza dan Tepi Barat terjajah, juga menyimpulkan 70% masyarakat Palestina mengatakan mereka puas dengan peran yang dimainkan Hamas selama perang berlangsung.
Sedangkan 61% juga menyetujui peran yang dimainkan pemimpin Hamas yang berbasis di Gaza, Yahya Sinwar selama perang.
Untuk mengakhiri tekanan kepada penjajah ‘Israel’, jalan keluar yang dipilih Netanyahu adalah melakukan provokasi ke Iran. Hal itu menjadi opsi terbaik bagi Netanyahu untuk memberikan alasan logis cabut dari Gaza tanpa harus mengakui kekalahan dari Hamas dan faksi perlawanan di Gaza.
Memprovokasi Iran dengan menyerang konsulatnya di Damaskus yang menewaskan 12 orang dan dua jenderal tinggi Iran adalah jalan yang dipilih Netanyahu demi mengalihkan tekanan dari internal dalam negeri dan kembali meraih dukungan.
Faktor lain yang dimainkan Netanyahu dari prorovokasi ke Iran adalah upaya Tel Aviv untuk kembali mendapat dukungan dari Washington. Seperti diketahui, Biden mengalami desakan kuat dari internal AS untuk mengevaluasi dukungannya kepada ‘Israel’.
Demonstrasi warga yang meluas di negeri Paman Sam telah meminta pemerintah untuk tidak menggunakan pajak rakyat untuk membiayai perang ‘Israel’ di Gaza. Kritikan-kritikan terhadap AS atas kebiadaban penjajah ‘Israel’ telah memaksa Biden mengkritik sekutunya itu.
Biden menyadari diseret dalam situasi ini dan segera mengatakan bahwa Paman Sam tidak ingin terlibat dalam aksi balasan ‘Israel’. Jadi harapan publik bahwa peluncuran ratusan drone Iran sebagai aksi pembebasan Palestina itu terlalu berlebihan.*
Oleh: Pizaro Gozali Idrus
Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute, peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue, Kuala Lumpur