Ahmad al-Jaabari anggota peringkat tinggi sayap bersenjata gerakan Hamas syahid (Insya Allah) dibunuh Rabu lalu oleh serangan udara Israel yang kemudian memicu aksi protes kemarahan di Kota Gaza, dengan ratusan anggota gerakan Hamas Palestina Islam dan sayap bersenjatanya – Brigade Izzuddin Al-Qassam – meneriakkan seruan untuk membalas dendam.
Dalam sebuah pernyataan, Brigade Izzuddin Al-Qassam mengatakan pembunuhan Jabaari telah “membuka gerbang neraka” bagi Israel dan bersumpah mereka akan melanjutkan jalan perlawanan.
Badan intelijen dalam negeri Israel Shin Bet menegaskan bahwa mereka memang menargetkan Jaabari dalam serangan bersama dengan tentara IDF, karena Jabaari dianggap secara langsung bertanggung jawab untuk melaksanakan serangan “teror” ke Israel.
Jaabari sendiri sebenarnya sosok yang low profile, jarang difoto dan menghindari diwawancarai.
Tapi kesepakatan untuk menjamin pembebasan tentara Israel Gilad Shalit membawanya keluar dari bayang-bayang low profilenya pada tahun lalu.
Dia membiarkan dirinya tertangkap kamera pada 18 Oktober 2011 pada saat ia menyampaikan Shalit ke Mesir sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan kunci dengan negara Yahudi tersebut.
Rekaman itu disiarkan langsung di seluruh dunia, dan menunjukkan Jaabari dalam pakaian sipil, dengan kacamata di saku kemejanya, saat ia berjalan membawa Shalit ke mobil.
Jaabari berasal dari keluarga aktivis yang dihormati di lingkungan Shejaiya Kota Gaza, di mana rekan dekatnya Abu Huzaifa menggambarkan dia sebagai sosok yang percaya diri dalam membuat keputusan sendiri dan berkomitmen untuk menindaklanjuti secara pribadi pada isu-isu yang ada.
Lulusan sejarah dari Universitas Islam Gaza, Jaabari ditangkap oleh Israel pada tahun 1982 ketika ia masih menjadi seorang aktivis Fatah, gerakan nasional sekuler Palestina yang telah lama menjadi saingan Hamas.
Selama di penjara Israel, ia bertemu dengan beberapa pemimpin tertinggi Hamas, seperti Abdul Aziz al-Rantisi, Ismail Abu Shanab, Nizar Rayyan dan Shalah Syuhada dan memutuskan untuk bergabung dengan gerakan Hamas.
Syuhada memimpin brigade Izzuddin Al-Qassam sampai ia syahid (insya Allah) dalam serangan udara besar-besaran Israel pada bulan Juli 2002, setelah itu posisinya digantikan oleh Muhammad Daif.
Beberapa bulan kemudian, Daif terluka parah dalam serangan lain Israel, meninggalkan Jaabari sebagai kepala operasional dari gerakan bersenjata Hamas pada puncak intifada kedua.
Dikenal di Gaza sebagai “jenderal” atau “kepala staf,” Jaabari sesekali bisa terlihat berjalan sendirian di jalan-jalan kota Gaza.
Namun, sebagai salah satu sosok teratas dalam daftar paling dicari Israel, Jaabari sangat berhati-hati terkait keamanan pribadinya.
Jaabari sebelumnya telah menjadi target lebih dari sekali usaha pembunuhan Israel, termasuk serangan udara 2004 yang menewaskan anak tertuanya Muhammad, bersama dengan saudaranya dan beberapa sepupunya.
Dia juga ditargetkan oleh pasukan keamanan Palestina, yang menangkapnya pada tahun 1998 dan menahannya selama hampir dua tahun karena kegiatannya dengan Syuhada dan Daif.
Setelah Jaabari mengambil alih menjalankan operasi harian Brigade Al-Qassam, kelompok bersenjata tersebut menjadi semakin profesional.
Selain peran kepemimpinannya di brigade Izzuddin Al-Qassam, Jaabari adalah anggota dari kepemimpinan politik gerakan dan pendiri Nur, sebuah asosiasi untuk membantu para syuhada dan tahanan Palestina.
Dia memiliki dua istri, termasuk salah satu istrinya adalah anak dari mentornya, Shalah Syuhada.(fq/alahram)