Sumber-sumber Palestina mengatakan, Presiden Mahmud Abbas dan Gerakan Perlawanan Islam Hamas telah mencapai kesepakatan untuk menunjuk sebuah nama seorang akedemisi terkenal di Jalur Gaza, Dr. Muhammad Shabir sebagai calom PM Palestina yang baru menggantikan PM Ismail Haniyah.
Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan puncak antara gerakan Fatah dan Hamas di Jalur Gaza, Ahad (12/11), yang dihadiri oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas dan PM Ismail Haniyah, setelah dilakukan serangkaian pertemuan maraton antar pemimpin kedua gerakan guna membahas pembentukan pemerintahan persatuan nasional Palestina pascaagresi dan pembantaian Zionis Israel di Beit Hanun.
Meski media-media Palestina menyebutkan dirinya menjadi calon terkuat menggantikan Haniyah untuk memimpin pemerintahan persatuan nasional Palestina mendatang, Shabir menegaskan sampai saat ini dirinya belum mendapatkan kabar itu secara resmi. Dia mengatakan, “Sampai detik ini, saya belum diberitahukan apa-apa secara resmi.”
Dalam pernyataan pertama kali kepada pers, Shabir mengatakan bahwa semua yang diberitakan oleh media massa itu akan menjadi pasti dan resmi manakala dirinya telah menerima penunjukan resmi sebagai PM dari Presiden Mahmud Abbas.
Kepada pers, Senin (13/11) Shabir menolak memastikan atau menampik soal pencalonan dirinya. Dia lebih mengutamakan untuk tidak mendahului sebelum menerima kepemimpinan itu. Shabir mengatakan, “Saya lebih mengutamakan untuk tidak mendahului. Biarlah masalah itu dibiarkan untuk beberapa hari mendatang.”
Sementara PM Palestina Ismail Haniyah juga menolak mengungkapkan nama PM Palestina yang akan menggantikan dirinya dalam pemerintahan mendatang. Dia mengatakan, nama itu akan diumumkan pada waktu yang tepat dan akan dikeluarkan oleh pihak yang berwenang secara resmi.
Sekilas Tentang Dr. Shabir
Dr. Muhammad Shabir termasuk tokoh akademisi terkenal di Jalur Gaza. Memiliki hubungan dekat dengan Gerakan Perlawanan Islam Hamas. Pakar medis jebolan Amerika ini lahir pada tahun 1946. Namanya sangat erat dengan Universitas Islam Gaza. Selama kepemimpinannya, Universitas Islam Gaza mengalami kebangkitan akademik dan perkembangan besar.
Tokoh yang sangat disegani semua kalangan ini mendapatkan gelar sarjana bidang farmasi dari Universitas Iskandariah di Kairo, Mesir, tahun 1967. Kemudian dia melanjutkan studi magisternya di West Virginia University, Amerika, hingga mendapatkan gelar doktoral di universitas yang sama dalam bidang Analisa Medis.
Sekembalinya ke Palestina, Shabir langsung menjadi dosen di Universitas Islam Gaza. Kariernya terus berlanjut hingga menjadi asisten profesor dan kemudian menjadi profesor penuh. Setelah dipilih menjadi ketua jurusan bidang analisa medis, Shabir ditunjuk menjadi dekan di Universitas Islam Gaza.
Karena aktivitas dan peran besarnya di kampus, melalui serangkaian tugas dan jabatan yang diembankan padanya, akhirnya Shabir dipilih untuk memimpin Universitas Islam Gaza dan menduduki kursi rektor sejak tahun 1993 hingga akhir Agustus 2006 lalu.
Selama memimpin Universitas Islam Gaza, Dr. Muhammad Shabir telah menyelesaikan lebih dari 15 kajian di bidang analisa medis. Dia juga menjadi anggota aktif di sebuah lembaga mikrobiologi Amerika. Di samping itu dia juga menjadi anggota Dewan Pendirikan Tinggi Palestina sejak tahun 1993 hingga tahun 2005.
Shabir dikenal sebagai sosok akademisi yang belum pernah sama sekali terlibat dalam urusan-urusan politik. Meski demikian ayahnya, Syaikh Ied Shabir dikenal sebagai tokoh penting jama’ah al-Ikhwan al-Muslimin di Jalur Gaza. Syaikh Ied sendiri juga dikenal sebagai seorang pakar menajemen yang andal.
Di kalangan khalayak Palestina, Shabir dikenal sebagai sosok akademisi yang sangat tenang, cerdas, arif, dan sangat berpengalaman. Dia memimpin Universitas Islam Gaza, yang didirikan Syaikh Ahmad Yasin besama para tokoh Palestina di Jalur Gaza, di saat dalam kondisi sangat berat, sensitif dan penuh ketegangan terjadi di Palestina, khususnya di Jalur Gaza.
Dr. Muhammad Shabir dikenal sebagaian tokoh yang sangat tawadhu’ dan rendah hati. Orang-orang yang dekat denganya di Universitas Islam Gaza mengatakan, Shabir sebenarnya telah bertekad mengundurkan diri sebagai rektor pada awal tahun ini, ketika usianya menginjak 60 tahun. Namun pihak kampus tetap keukeuh mempertahankan dirinya hingga akhir Agustus lalu. Dia bertekad untuk konsentrasi mengajar dan melakukan kajian ilmiah. (was/pic)