Ketika Israel melakukan serangan brutalnya ke Jalur Gaza selama 22 hari ke Jalur Gaza bulan Januari kemarin, banyak calon pasangan pengantin di Gaza yang terpaksa menunda rencana pernikahan mereka.
Mereka baru melaksanakannya setelah Israel mundur dari Gaza dan situasi di wilayah itu mulai tenang.
Namun keluarga dan mempelai melaksanakan pernikahan dengan keprihatinan. Tidak ada tawa kegembiraan, pesta apalagi musik yang biasa mengiringi sebuah perhelatan perkawinan. Pernikahan hanya mengundang sanak keluarga. Para tamu yang datang juga lebih memilih tidak banyak bicara dan diam.
"Gaza masih berdarah. Kami tidak bisa menggelar perayaan sementara kesedihan ada di mana-mana," kata Sohad Abdou, seorang mempelai perempuan.
"Apa yang terjadi sangat biadab dan kami butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkannya. Bagaimana bisa kami memainkan musik dan menggelar pesta dalam kondisi seperti ini," tukas Soha yang masih berusia 22 tahun.
Sejumlah pasangan di Gaza yang baru menikah mengungkapkan pernyataan serupa. "Gaza masih berduka. Jika kami merayakan pernikahan kami, saya akan merasa sudah melakukan kejahatan," kata seorang mempelai perempuan lainnya bernama Eman.
"Kami punya banyak rencana untuk pernikahan kami, tapi impian kami kandas. Ada ribuan martir yang syahid dan terluka. Kondisi seperti ini bukan saat yang tepat untuk menggelar kemeriahan," sambung Eman.
Lain lagi dengan Umi Adel. Ia setengah tak percaya tetangganya yang menggelar acara pernikahan tidak mengundangnya. "Cuma keluarga yang menghadiri acara pernikahan, mereka merayakannya dalam diam," kata anak perempuan Umi Adel menjelaskan.
Duka yang dalam menaungi kehidupan warga Gaza usai agresi Israel ke wilayah itu. "Saya memimpikan pernikahan yang paling mengesankan untukmu, anakku sayang. Tapi luka yang kita alami sangat dalam," ujar Abou Ghada pada puterinya. Anak perempuan Ghada menjawab,"Saya tidaka akn pernah menerima kemeriahan sementara Gaza sedang berduka."
Sameh, calon pengantin pria yang akan menikah minggu depan juga tidak mau merayakan pernikahannya. "Menutupi kebahagiaan kami, adalah hal yang bisa kami lakukan untuk Gaza," tukasnya.
Usai agresi Israel, banyak juga calon pasangan di Gaza yang menunda pernikahan mereka. "Kami memutuskan untuk menunda pernikahan kami," kata Khadija Matter.
Hal serupa dilakukan Yasser. "Kami akan merasa bersalah jika mengundang orang untuk pernikahan kami dalam kondisi seperti ini," ujarnya.
"Tak mungkin rasanya kami menggelar acara pernikahan sementara tetangga dan kerabat saya ada yang terluka. Saya akan menanggung malu jika tetap merayakan pernikahan pada saat Gaza masih berduka," tandas Hosni El-Sawwaf yang juga menunda pernikahannya. (ln/iol)