Di tengah keprihatinan mencekam akibat serangan militer Israel ke Jalur Ghaza, Presiden Palestina Mahmud Abbas, malah mengumumkan perang terbuka terhadap semua sayap militer perjuangan Palestina yang melakukan perlawanan terhadap Israel.
Pernyataan Abbas ini dikeluarkan satu hari setelah penyelenggaraan pertemuan empat negara Arab di Sharm Syeikh. Secara tegas, Abbas menyatakan, “Melarang semua milisi bersenjata dan kelompok militer atau para militer apapun organisasinya.”
Ketetapan Presiden itu, dilakukan setelah memperhatikan aspek hukum dalam bab ketujuh dari undang-undang dasar yang telah direvisi tahun 2003. Berdasarkan ketetapan tersebut pula Abbas memberlakukan kondisi darurat pada tanggal 14 Juli 2006, dan kemudian membentuk kabinet darurat dipimpin PM Salem Fayadh. Dengan demikian, “Seluruh milisi bersenjata dan kelompok militer atau para militer yang tidak legal apapun afiliasinya terlarang dengan segala bentuknya. ”
Abbas juga mengatakan, “Milisi bersenjata atau semacamnya dilarang melakukan kegiatan baik rahasia maupun terang-terangan. Siapa saja yang membantu atau mempunyai hubungan dengan kelompok tersebut berarti telah melanggar peraturan pidana dan perdata.”
Kepada PM kabinet darurat Salem Fayadh, Abbas mengatakan, agar dia menghapus semua kelompok bersenjata. “Pemerintah harus melaksanakan apa yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan yang melarang membawa senjata serta mensuplai semua bentuk senjata, amunisi, bahan peledak dan sebagainya, yang digunakan sebagai sarana perang yang tidak diizinkan, serta seluruh materi yang bisa membawa bahaya bagi sistem negara secara umum. ”
Ia juga mengancam, “Setiap orang yang melanggar ketentuan yang telah digariskan, dianggap telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapat hukuman sesuai tertera pada undang-undang. ” (na-str/pic)