Presiden Palestina Mahmud Abbas, dan Ketua Biro Politik Hamas Khalid Mishal akhirnya bertemu di Damaskus, Suriah.
Keduanya sepakat untuk mengharamkan pertumpahan darah sesama bangsa Palestina dan melanjutkan pembicaraan tentang pembentukan Pemerintahan Koalisi Nasional.
Pembicaraan antara dua pemimpin Palestina itu disyukuri banyak pihak, antara lain karena telah membuka kembali jalan buntu dialog yang selama ini tercipta antara Hamas dan Fatah, akibat sejumlah pertikaian berdarah antara pendukungnya di Palestina. Namun demikian pembicaraan itu belum membuahkan hasil final untuk mengatasi perbedaan pendapat tentang pemerintahan koalisi yang diinginkan.
Presiden Abbas dan Mishal usai pertemuan, membacakan sebuah pernyataan bersama dalam konferensi pers di hari Ahad sore, yang terdiri dari empat poin. Yakni, penegasan terhadap hak-hak bangsa Palestina, penolakan negara yang hanya memiliki perbatasan temporer dan penyempurnaan dialog terkait pembentukan pemerintah koalisi dalam dua pekan ke depan melalui dialog nasional yang akan digelar di Ghaza.
Keduanya juga sepakat bahwa dalam satu bulan ini, mereka akan melakukan langkah-langkah intensif dan membangun kembali organisasi PLO sesuai rekomendasi pertemuan di Kairo dan juga membangun kembali dokumen kesepakatan nasional.
Poin keempat adalah, penegasan tentang pengharaman pertumpahan darah dan pembunuhan sesama rakyat Palestina.
“Kami menolak ide yang menyebutkan negara dengan perbatasan sementara, ” kata Abbas.
“Kami menganggap darah bangsa Palestina adalah haram total. Kami berupaya untuk menjauhi seluruh konflik internal antar sesama bangsa Palestina dan berusaha meningkatkan upaya untuk meredam berbagai fitnah yang bisa memunculkan konflik, ” sambungnya.
Terkait tema pemerintahan koalisi nasional, Abbas mengatakan, “Kami berharap agar dialog untuk menyempurnakan pembentukan koalisi nasional ini bisa dilanjutkan di Ghaza. Sehingga lebih lanjut bisa menghentikan pemblokadean dan hukuman yang kini dialami rakyat Palestina.”
Sedangkan Khalid Mishal mengatakan bahwa dirinya mewakili pemerintahan Palestina telah sepakat dengan Presiden Abbas, untuk menyatakan bahwa bahasa dialog adalah satu-satunya bahasa yang boleh dilakukan guna mengatasi perbedaan.
“Tidak ada perebutan kekuasaan. Kita sekarang dalam masa perjuangan merebut kemerdekaan. Kami tegaskan, haram menumpahkan darah bangsa Palestina. Jauhi semua yang bisa memunculkan pertikaian.”
Dalam pertemuan strategis itu, hadir dua orang utusan dari Fatah dan Hamas. Dari pihak Fatah diwakili oleh juru runding Palestina Shaeb Ariqat dan dari pihak Hamas, diwakili Abu Marzuq, tokoh pimpinan Hamas.
Pertemuan ini disebut sebagai kunci yang kembali membuka pertemuan antara kedua organisasi besar di Palestina, setelah konflik berdarah antara pendukung Hamas dan Fatah, menewaskan 30 orang. Peristiwa konflik itu sendiri terjadi setelah Presiden Abbas menyerukan diselenggarakannya Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden lebih dini. (na-str/iol, albwb)