Perdana Menteri Israel Ehud Olmert meyakinkan Presiden Palestina Mahmud Abbas bahwa Israel akan melanjutkan kebijakannya memperlonggar blokade di Jalur Ghaza dengan mengizinkan bantuan-bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah itu. Sementara Abbas menyatakan otoritasnyasiap mengambil alih kontrol perbatasan Rafah, satu hal yang tidak disetujui Hamas.
Kedua hal tersebut mencuat dalam pertemuan lanjutan Olmert-Abbas guna membahas upaya perdamaian Palestina-Israel. Dalam pertemuan di Yerusalem, Minggu (27/1) keduanya lebih banyak membicarakan krisis di perbatasan Rafah dan bukan hal-hal yang selama ini dianggap menjadi isu penting perdamaian Israel-Palestina, yaitu masalah status Yerusalem dan hak kembalinya para pengungsi Palestina.
Dalam pertemuan itu, Abbas meminta Israel untuk tidak membahayakan warga sipil di Jalur Ghaza. Sumber seorang pejabat Israel mengatakan, Abbas juga menyatakan keinginannya untuk mengambil alih semua kontrol perbatasan, termasuk perbatasan Rafah.
Terkait masalah perbatasan ini, di Kairo, Menlu Mesir Ahmed Aboul Gheit membahasnya dengan PM Palestina yang ditunjuk Abbas, Salam Fayyad. Mesir menyatakan akan melakukan tindakan dan langkah yang dianggap perlu untuk mengontrol kembali perbatasan itu. Sedangkan Fayyad memandang perlu adanya konsensus untuk mendapatkan dukungan internasional guna membuka kembali perbatasan-perbatasan dan memulihkan pengelolaannya pada otoritas Palestina.
"Ini akan menjadi langkah yang bisa mengakhiri bukan hanya penderitaan warga Palestina, tapi juga mengakhiri pengepungan di Ghaza, " kata Fayyad.
Namun Hamas yang sudah menguasai Jalur Ghaza sejak bulan Juni 2006, mengisyaratkan ketidaksetujuannya jika tanggungjawab perbatasan diserahkan ke otoritas Palestina pimpinan Abbas. Sejak hari Minggu kemarin, Hamas sudah membuat pos-pos pemeriksaan untuk mencegah mobil-mbil dari Ghaza masuk ke Mesir. (ln/aljz)