Mesir, Eropa dan negara-negara Arab lebih mendukung Presiden Palestina Mahmud Abbas ketimbang Hamas, jika kontrol perbatasan di wilayah Jalur Ghaza diserahkan pada Palestina. Meski di perbatasan Rafah, pasukan Hamas dan pasukan penjaga perbatasan Mesir justru bahu membahu mendirikan kembali pagar-pagar perbatasan yang roboh.
Aparat perbatasan Mesir dan pasukan Hamas yang menggunakan seragam serba hijau, bahkan bekerjasama mengatur lalu lintas di perbatasan Salahudin. Mesir, sepertinya akan menutup kembali perbatasan.
Dalam pertemuan para menteri luar negeri Arab dan para pejabat otoritas Palestina di Kairo, Senin (28/1) menlu negara-negara Arab sepakat menolak jika kontrol perbatasan diserahkan ke Hamas. Menlu Palestina Riad al-Maliki mengatakan, satu-satunya cara untuk membuka kembali perbatasan Rafah adalah kembali ke kesepakaan semula, yaitu menyerahkannya pada otoritas Palestina dengan menempatkan pemantau-pemantau dari Uni Eropa.
"Kami akan mengelola perbatasan itu tanpa mempedulikan Hamas, " kata al-Maliki.
Perbatasan Rafah yang memisahkan wilayah Palestina dan Mesir dinyatakan ditutup total pada Juni 2007, ketika Hamas mengambilalih wilayah Jalur Ghaza.
Untuk membahas masalah perbatasan ini, hari Rabu lusa, Mahmud Abbas dan Husni Mubarak, presiden Mesir akan melakukan pertemuan terpisah di Kairo. Abbas tetap menolak menyertakan Hamas dalam dialog sebelum Hamas menyerahkan kembali Jalur Ghaza pada otoritas Palestina.
Mesir Usir Warga Palestina
Sementara itu, sejak ditekan AS dan Israel agar Mesir segera menutup perbatasan Rafah, aparat berwenang di Negeri Piramida itu mulai bersikap keras pada warga Palestina yang masuk ke wilayah Mesir melalui perbatasan tersebut. Hari Senin kemarin, sekitar 3.000 warga Palestina yang mencoba masuk ke Kairo dan kota-kota lainnya dipaksa kembali ke Ghaza.
Ribuan warga Palestina itu mencoba masuk ke kota lainnya, karena persediaan barang-barang yang mereka butuhkan di kota-kota dekat perbatasan sudah habis.
"Warga Palestina diminta kembali ke Ghaza setelah melewati kota El-Arish, sekitar 35 kilometer dari perbatasan Rafah, titik terjauh yang diizinkan bagi warga Palestina untuk membeli barang-barang kebutuhannya, " kata seorang aparat keamanan Mesir.
Aparat keamanan juga memasang blokade di sepanjang Sinai dan jalan-jalan yang menuju pusat kota di Mesir, serta melakukan penyisiran ke hotel-hotel dan apartemen di Kairo dan kota-kota besar lainnya untuk mencari warga Palestina yang dicurigai menyusup dari perbatasan. Mereka juga memerintahkan agar warga Palestina yang tidak memiliki paspor dan visa masuk, tidak diperbolehkan masuk ke Sinai.
Memasuki hari ke enam sejak jebolnya tembok perbatasan Rafah, warga Palestina kini kesulitan untuk mendapatkan barang-barang kebutuhannya yang akan mereka beli di dekat perbatasan. Otoritas Mesir melarang pengiriman suplai barang untuk mengisi toko-toko yang sudah kosong.
"Toko-toko kosong dan mereka (Mesir) tidak mengizinkan kami ke El-Arish. Tak apa, kami akan mencarinya di Rafah, " keluh Sabag al-Arji yang memiliki 11 anak.
"Heran, tidak ada lagi yang tersisa!" pekik Walid yang datang dari Khan Younis, utara Ghaza. Padahal ia hanya ingin membeli selai dan sabun cuci. (ln/aljz/al-arby)