Status quo
Sejak 1967, Yordania dan Israel sepakat bahwa lembaga Wakaf Islam, akan memiliki kendali penuh atas masalah-masalah di dalam kompleks tersebut, sementara Israel akan mengendalikan keamanan eksternal diluar komplek. Orang-orang non-Muslim diizinkan masuk ke tempat itu selama jam kunjungan, tapi tidak diizinkan untuk melakukan ritual di sana.
Namun, gerakan-gerakan Kuil yang meningkat, seperti Temple Mount Faithful dan the Temple Institute, telah menantang larangan pemerintah Israel untuk mengizinkan orang-orang Yahudi memasuki kompleks, dan mereka bertujuan untuk membangun kembali Kuil Yahudi Ketiga di kompleks tersebut.
Kelompok tersebut didanai oleh anggota pemerintah Israel itu sendiri, walaupun mereka mengklaim ingin mempertahankan status quo di lokasi tersebut.
Saat ini, pasukan zionis Yahudi secara rutin mengizinkan beberapa kelompok, terkadang berisi ratusan pemukim Yahudi illegal yang tinggal di wilayah Palestina yang mereka jajah, untuk masuk ke kompleks Masjid al-Aqsha di bawah perlindungan polisi dan tentara zionis, meningkatkan ketakutan warga Palestina bahwa Israel akan mengambil alih kompleks tersebut.
Pada tahun 1990, Temple Mount Faithful menyatakan bahwa mereka akan meletakkan batu penjuru untuk Bait Suci Ketiga di lokasi Dome of the Rock, yang menyebabkan konflik dan pembantaian di mana 20 warga Muslim Palestina dibunuh oleh pasukan penjajah Israel.
Pada tahun 2000, politisi zionis Ariel Sharon memasuki tempat suci diikuti oleh sekitar 1.000 polisi Israel, dengan sengaja mengulangi klaim Israel terhadap tempat suci ke tiga umat Islam di dunia sehubungan dengan perundingan damai yang diperantarai Perdana Menteri Israel Ehud Barak dengan pemimpin Palestina Yasser Arafat, yang mencakup diskusi tentang bagaimana kedua belah pihak bisa berbagi Yerusalem. Masuknya Sharon ke kompleks tersebut meletuskan Intifadah Kedua, di mana lebih dari 3.000 warga Muslim Palestina dan sekitar 1.000 orang Yahudi Israel terbunuh.