Hasil kunjungan Menlu AS Condoleeza Rice ke Israel, beberapa waktu yang lalu, Israel membebaskan 200 orang tahanan Palestina, termasuk dua orang Palestina, yang membunuh warga Israel, yaitu Said al-Attaba (56), dan Muhammad Abu Ali (51). Pembebasan ini sebagai upaya menyelamatkan perjanjian perdamaian antara Palestina dengan Israel.
Pembebasan 200 orang Palestina ini, sebenarnya tak berarti apa-apa, karena masih banyak warga Palestina yang meringkuk di penjara-penjara Israel. Menurut catatan dari Otoritas Palestina, jumlah orang Palestina yang berada di penjara Israel, jumlahnya masih lebih dari 11.000 orang. Tak sedikit. Belum lagi kondisi mereka yang sangat buruk. Mereka mengalami berbagai penyiksaan yang dilakukan pihak aparat Israel, selama dalam tahanan. Israel sampai hari ini menghalang-halangi fihak organisasi hak-hak asasi manusia internasional, yang ingin mendapatkan bukti-bukti penyiksaan di berbagai penjara Israel.
Buat Ummu Ali, hari Senin (25/8/2008), sebuah kebahagiaan, yang tak terbatas bagi dirinya. Wanita itu berpisah dengan suaminya, Muhammad Abu Ali, ketika sedang hamil tujuh bulan. Ummu Ali waktu itu, sedang hamil anak yang ketiga, ketika suaminya masuk panjara Israel. Abu Ali ditangkap polisi Shin Bet (Intelejen Dalam Negeri) Israel, karena ia membunuh mata-mata Israel di Tepi Barat (Hebron). Bayangkan, Ummu Ali harus menjadi ‘single parent’ selama 28 tahun, saat suaminya berada di penjara Israel. Sebuah waktu yang panjang, bagi seorang ibu, yang menjaga dan menghidupi anak-anaknya, ketika suaminya harus berada di penjara Israel.
Tindakan Israel yang sepihak ini menimbulkan spekulasi politik. Apakah tujuan Israel membebaskan 200 tahanan Palelstina, termasuk di antaranya adalah yang terlibat dalam pembunuhan warga Israel? Tindakan PM.Israel, Ehud Olmert, menimbulkan perpecahan baru, khususnya dikalangan koalisinya. Shaol Mofaz, yang menjadi mitra koalisinya, menyatakan akan mengundurkan diri dari koalisi dengan pemerintahan Olmert. Selama ini, koalisi internal yang mendukung Partai Kadima, yang merupakan partai baru, reinkarnasi dari Partai Likud, yang didirikan PM.Ariel Sharon, tidak menunjukkan efektifitasnya, dan terbukti Israel menderita kekalahan yang telak, ketika negeri Yahudi itu berperang melawan Hisbullah di Lebanon Selatan.
“Saya tidak dapat menceritakan, apa yang saya ingin lakukan.. Saya ingin memeluk dia, saya ingin mencium dia, dan saya tak dapat menunggu lama lagi. Saya ingin bercengkerama dengannya, saya ingin makan bersamanya”, ujar Ummu Ali menceritakan perasaannya, ketika ia tahu, bahwa di antara 200 orang tahanan Palestina yang dibebaskan salah satunya adalah suaminya. Luar biasa.
Memang, tak ada arti apa-apa, dibandingkan dengan mereka yang masih meringkuk di penjara-penjara Israel. Juga keluarga mereka yang jumlahnya ribuan, dan masih menunggu pembebasan sanak fimilinya. Dan, mereka tak tahu kapan sanak familinya akan pulang? Atau sama sekali tak akan pernah kembali selama-lamanya.
Sebenarnya, mereka yang hidup dipenjara itu, bukan hanya 11.000 orang Palestina. Tapi, mereka yang dipenjara oleh Israel itu, jumlahnya jutaan orang Palestina. Bagaimana tidak? Wilayah Gaza yang sejak Hamas memenangkan pemilu, beberapa tahun lalu, dan kemudian mengambil alih seluruh wilayah Gaza, selanjutnya Israel, Amerika dan Uni Eropa, termasuk PBB, melakukan embargo ekonomi secara total terhadap rakyat Palestina di wilayah itu. Mereka tidak boleh melakukan aktivitas menyeberang ke Tepi Barat, dan memasuki negara-negara Arab lainnya, seperti Mesir. Mereka tak dapat melakukan komunikasi dengan saudara-saudara mereka yang ada di luar Ggaza. Tindakan Israel itu mendapat dukukungan negara-negara Kuartet. Mereka sangat menderita. Mereka kekurangan bahan makanan.. Mereka kekurangan pasokan energi. Mereka tak memiliki akses sama sekali dengan dunia luar.
Apa artinya kunjungan Condoleeza Rice ke Timur Tengah dan Israel. Kalau hanya membebaskan 200 orang tahanan Palestina? Sementara itu jutaan orang hidup dalam penjara terbuka. Seperti rakyat Palestina yang sekarang ini hidup di wilayah Gaza. Mereka sengaja ingin membunuh rakyat Palestina, yang ada di Gaza, secara perlahan-lahan dengan cara melakukan embargo ekonomi secara total. Anehnya masyarakat internasional tak menyuarakan kondisi rakyat Palestina, yang kian kelam.
Tindakan yang dilakukan Ehud Olmert yang diperantai Condoleeza Rice ini adalah ingin memojokkan Hamas, yang sampai hari ini masih menahan seorang serdadu Israel, Kopral Gilad Shalit. Mahmud Abbas, tak mau berspekulasi, bahwa pembebasan 200 tahanan Palestina itu, dikaitkan dengan tekanan terhadap Hamas, yang tujuannya membebaskan Kopral Gilad Shalit. Pembebasan ini menurut keluarga Kopral Gilad Shalid, sekiranya dapat menjadi momentum baru untuk melakukan negoisasi dengan fihak Hamas untuk membebaskan Gilad.
Namun, seperti juga dikemukakan Ummu Ali, sebenarnya pembebasan 200 orang Palestina, sangat tidak seimbang, dibandingkan dengan jumlah orang yang masih ada di penjara-penjara Israel. Karena jumlahnya masih ada 11.000 orang.
Mengapa orang Palestina harus dibukum puluhan tahun? Sementara itu, setiap hari tentara Israel membunuhi orang Palestina, tak ada satupun mereka yang dihukum? Adilkah kenyataan ini? Wallahu ‘alam.