Ahok-Jarot dan Anies-Sandi beda secara diametris. Body language, gesture, kosa kata, intonasi dan konten. Mengutip apa kata Jane Austen dalam Novel “Pride and Prejudice” (1813): This is the diferrence between the superficial and the essential.
Ahok menjadi rapat Pemda jadi drama stage. Sebuah panggung tempat dia mempertontonkan megalomaniac disease, narsistic behavior, dan arogansi.
Anies-Sandi mengembalikan kultur dan etika organis Pemda. Fokus pada big data analysis, kinerja, pencapaian target delta, problem shooting dan keberpihakan pada warga miskin.
Instead of ngomong soal dapet rumah dan makan di sorga, Anies beri arahan agar lahan-lahan kosong aset pemda dan tanah dalam sengketa bisa digunakan sebagai fasilitas umum atau dijadikan taman sementara untuk anak bermain.
Daripada bluffing dan sok ngajarin SKPD soal “iman”, Anies beri solusi kepada Walikota Jakarta Utara menghadapi SRMI (Serikat Rakyat Miskin Indonesia).