Eramuslim.com – Hasil pilkada punya devastating effects. Banyak klik ambisius memaksimalkan momentum mendeskreditkan Prabowo Subianto. Mereka punya agenda sendiri; “ingin berkuasa”. Nafsu banget.
Terang-terangan ngusulin Prabowo as The King Maker, sampai deklarasi-deklarasi “Anies for President”.
Padahal, Anies punya etika politik. Berulang kali dia menyatakan tidak mungkin menelikung Prabowo.
Mereka pengaruhi orang-orang baik supaya mengusung jagoan mereka. Bila tembus, sudah kebayang proyek-proyek yang bisa mereka embat.
Ada proverb yang pas seandainya orang-orang baik ini terhasut; “Good men do bad things, roads to hell are paved with good intentions and golden opportunities are missed.”
Maksud hati menyelamatkan rakyat dari belenggu rezim gagal. Tapi karena challengernya bukan Prabowo, sama saja memantapkan status quo.
Hasil pilkada Jabar dan Jateng bikin ngilu. Semua teori gagal. Ahok’s effect dan Anti Joko tidak berlaku di Jabar.
Kelompok sempalan mengaitkan kegagalan di dua daerah dengan Pilpres. Mereka menyatakan Prabowo incapable. Semua yang diusungnya gagal.
Padahal, keduanya tidak paralel. Sama seperti tidak paralelnya antara Pilgub DKI dan Jabar-Jateng. Politik Indonesia adalah anomali.
Nyatanya, pilihan Prabowo sudah tepat di Jabar. Suara Deddy Mizwar di bawah Sudrajat. Gugatan mengapa bukan Ridwan Kamil adalah dalih post factum keblinger.
Di Jateng, Sudirman Said berhasil menaikan elektabilitas sebesar 6000 persen. Dari 0,7% menjadi 42%. Sekali lagi, dia pilihan Prabowo. Rasanya, bila bukan Sudirman Said, sulit ada figur lain yang sanggup obrak-abrik “Kandang Banteng”.
Supaya tidak lupa; Anies, Sandi dan Jenderal Eddy Ramayadi itu pilihan Prabowo juga. Semuanya sukses.
Banyak faktor mempengaruhi hasil akhir pilkada. Di antaranya; uang, histeria Jakarta pemicu over confidence, dan kecurangan.
Tiga faktor ini lebih penting dikupas daripada berupaya keras mendeskreditkan Prabowo.
Hanya Prabowo yang punya mesin partai politik, loyalist militan segitu banyak, international recogition, uang, prestasi, pengalaman militer, dan kaliber negarawan.
Selain Prabowo, semuanya kartu mati. Skema pasti kalah lawan Joko, Hendro, Luhut dan Wir.[***]
Penulis: Zeng Wei Jian, kolumnis dan aktvis Komunitas Tionghoa Anti-Korupsi (Komtak).[rakyatmerdeka]