Gubernur Ahok mulai bertingkah. Gusur sana-sini, serang DPRD, caci-maki banyak orang. Buzzer Jasmev kerja maximal.
Proses branding dan attacking oposisi dirilis simultant. Skandal “Papa Minta Saham” meletus. Ahoker ikut menghujat Setya Novanto. Jadi “Papa Kesayangan Ahokers” setelah Setya Novanto ikut mengusung Ahok-Jarot di Pilgub Jakarta. Dicaci-maki lagi setelah kasus megakorupsi ektp dieksekusi KPK.
Polemik reklamasi mencuat ke permukaan setelah Ahok membombardir dan menghapus Kampung Aquarium dari peta kota.
Ahok bilang Jokowi ngga bisa jadi presiden tanpa bantuan pengembang. Menko Maritim Rizal Ramli merilis perlawanan. Stop reklamasi judulnya. Saling serang pecah di media.
Kabinet di-resuffle. Menteri Anies Baswedan dan Menko Rizal Ramli disingkirkan dari Kabinet Kerja. Ahok melenggang teruskan reklamasi. Diback-up Menko Maritim Baru Jenderal Luhut Binsar Panjaitan.
Saat itu, Setya Novanto telah kembali ke arena. Rebound. Jadi pendukung utama istana. Menteri ESDM Sudirman Said disikat dan diganti oleh Arcandra Tahar yang berkewarga-negaraan ganda. Melanggar aturan.
Tiba-tiba Buni Yani posting orasi Ahok di Pulau Pramuka. Jadi polemik nasional. Ahok dirasa menoda Surat Al Maidah 51.
FPI turun ke jalan. Aksi Bela Islam 1 pecah tanggal 14 Oktober 2016. Tuntutannya: Tangkap Ahok.
Kyai Maruf Amin mengeluarkan Fatwa MUI. Ahok dinyatakan menoda agama. Aksi Bela Islam 2 dirilis tanggal 11 November 2016. Kepung Istana. Aksi dibubarkan dengan hujan tembakan gas air mata. Jam 11 malam, dua alfamart dijarah massa di Bandengan. Jakarta mencekam. Glodok diblokade.
Ahok tetap bebas. Kasusnya mau dianulir. Dibela mati-matian. Aksi Bela Islam 3 pecah tanggal 02 Desember 2016. Jelang subuhnya belasan orang ditangkap dengan tuduhan makar.