Oleh: Damai Hadi Lubis, SH
Putusan MA terkait kepentingan Kaesang bin Joko Widodo, wajar dinyatakan sebagai praktik nepotisme, dan “dipaksakan” karena sekedar kepentingan Kaesang anak Jokowi yang jabatannya Presiden RI bukan demi kepentingan publik
Terlebih memang data empirik sebelumnya menunjukan, ” ada gelar anak haram konstitusi untuk Gibran,” karena jelas-jelas putusan MK meloloskan Gibran, adalah melalui pola nepotisme, terbukti Anwar Usman diberhentikan oleh MKMK. Sehingga putusannya menurut sistim hukum Jo. UU. Kekuasaan Kehakiman,
Namun nyatanya Gibran tetap sebagai peserta kontestan pasangan di pemilu pilpres 2024 dan bakal menjadi Wakil Presiden RI periode 2024-2029.
Untuk kasus Kaesang, MA. Secara Yuridis formil memang berwenang untuk menangani perkara a quo JR. Karena objek perkara merupakan dibawah level undang-undang, Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota.
Hanya kesan kuatnya merupakan gejala-gejala praktik nepotisme, sehingga menjadi tidak pantas dari sisi moralitas etika kehidupan berbangsa Jo. TAP MPR RI Nomor 6 Tahun 2001.
Dan memang sepertinya peran yudikatif jika bersentuhan dengan penguasa era rezim dibawah kepemimpinan Jokowi, implementasinya mirip sekedar peran stempel untuk melegitimasi kelanjutan kekuasan dari sebuah rezim kontemporer, dan modusnya kentara sekali karena menyengat aroma bunga bangkai atau bau busuk kekuasaan.
Demikian Oom šš»
(sumber: Faktakini)