Yogya Tidak Aman, Apa Maksudnya?

Kronologi: Minggu (26/12/21) sekitar pukul 22.30 WIB korban bersama teman-temannya makan di warung burjo (bubur kacang ijo) Jalan Kaliurang KM 12.

 

Selesai makan, sekitar pukul 01.00 WIB korban bersama teman-temannya pulang. Namun sesampainya di lokasi kejadian, korban bertemu rombongan bermotor yang tidak dikenal. Lalu korban dibacok. Jari nyaris putus.

Polisi bertindak sigap setelah mendapat laporan. Enam pelaku diringkus Senin (27/12/21) hari itu juga. Para pelaku remaja. RM (18), WW (18), dan AN (19) warga Sleman. Kemudian HAP (19), MF (18), dan MB (17), ketiganya warga Kota Yogyakarta.

Siapa pelaku? “Mereka bermacam-macam latar belakang. Ada yang lulusan SMA. Ada DO (drop out) dari SMP. Ada pelajar SMK,” ujar Wachyu.

Motif tidak jelas. Antara pelaku dengan korban tidak saling kenal. Tapi, dalam pemeriksaan pelaku mengatakan, mereka emosi terhadap korban. Tidak dijelaskan, emosi akibat apa? Yang jelas, para pelaku mabuk miras, seorang mabuk narkoba.

Kejahatan tanpa motif. Bisa disebut kenakalan remaja. Mengapa disebut klithih?

Klithih, bahasa Jawa Tengah, artinya aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Dalam bahasa Jawa Timur: Kluthus.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Suprapto, kepada pers, Selasa (28/12/21) mengatakan, klithih sebenarnya mempunyai makna yang positif. “Kegiatan jalan-jalan cari angin. Tapi kini berubah makna jadi, mencari musuh,” katanya.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada wartawan, Rabu (29/12/21) mengatakan, kejahatan jalanan klithih harus segera ditangani.

Sri Sultan: “Dulu, waktu saya kecil, di Alun-Alun Kidul sama Kaliurang ada tempat pendidikan anak nakal. Kalau orang tua kewalahan mendidik anak mereka yang nakal, diserahkan kepada pemerintah provinsi untuk dibina dididik di situ. Nama lembaganya Pra Yuwono. Kini sudah tidak ada.”