Eramuslim.com – Kita memang masih meraba-raba dalam gelap tentang membanjirnya warga Cina sebagai tenaga kerja asing di Indonesia.
Tapi ada kasus menarik tentang siasat Jepang ‘menyulap’ pekerja imigran menjadi pemukim tetap di Davao, Filipina antara sejak berakhirnya Perang Dunia I hingga menjelang meletusnya Perang Dunia II. Yang mungkin bisa jadi sketsa awal agar kita waspada.
Hiroshi Hashiya, dalam artikelnya bertajuk Pola Perembesan Ekonomi Jepang ke Filipina Sebelum Perang, ,membanjirnya pekerja imigran Jepang ke Davao, Filipina. Bermla dari prakarsa seorang pengusaha Jepang Kyosaburo Ota ketika menerapkan metode manajemen perkebunan yang dikenal dengan sistem penggarap bebas.
Pada 1906 Ota mendirikan perusahaan perkebunan yang bergerak di bidang serat rami bernama Ota Kogyo. Di sinilah sistem “penggarap bebas” itu mulai diterapkan. Artinya, ia tidak menggarap tanah sendiri dari lahan tanah yang dia beli, tapi menyerahkan hal ini kepada para imigran Jepang.
Perusahaan itu menjual serat rami yang mereka hasilkan, mengambil 10 persen dari keuntungannya sebagai uang sewa dan sisanya diberikan kepada kepada para pekerja, yang disebutnya penggarap bebas. Gaya manajemen Ota yang baru ini seterusnya menyebar di seluruh Davao, menjadi bentuk yang banyak dipakai di dalam manajemen perkebunan serat rami.
Alhasil, Karena bekerja sebagai penggarap bebas jauh lebih menarik daripada daripada sebagai pekerja upah di negeri orang lain, maka para imigran Jepang yang semula tersebar di beberapa perusahaan perkebunan Amerika dan Filipina, kemudian berbondong-bondong ke Davao untuk jadi penggarap bebas di perusahaan Ota Kogyo.
Bukan itu saja. Dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan serat remi di Davao selain Ota Kogyo, maka semakin membanjir pula arus masuk pemukim Jepang. Ota Kogyo misalnya, mengirimkan para eksekutifnya ke Jepang, tanah airnya, untuk merekrut imigran dalam skala besar melalui perusahaan imigrasi. Tak heran jika kemudian populasi orang Jepang di Davao, yang lokasinya di Mindanao bagian tenggara Filipina, semakin meningkat pesat.
Menyusul pesatnya arus masuk imigran Jepang untuk jadi penggarap bebas, maka muncul prakarsa untuk mendirikan komunitas orang Jepang di Davao untuk melindungi kepentingan pemukim orang Jepang.
Begitulah. Lambat laun, karena para pekerja ini pada dasarnya cuma pekerja bebas, berkeberatan ketika harus tinggal cukup lama di Filipina, sementara anak isteri dan keluarganya tinggal di Jepang. Karena para pengusaha ini khawatir bakal ditinggal para pekerjanya, lantas membolehkan para pekerja itu mendatangkan anggota keluarganya,
Maka membanjir lah gelombang imigran Jepang untuk bergabung sama keluarganya di Davao Filipina. Maka setapak demi setapak, karena nyaman hidup sama keluarganya di Filipina, kemudian pihak pengusaha Jepang itu mendesak pemerintah kolonial Amerika di FIlipina agar membolehkan para pekerja dan keluarganya menjadi pemukim tetap di Davo.
Ternyata diizinkan pekerja migran itu jadi pemukim tetap. Dari situ, kemudian warga Jepang tersebut membentuk dirinya menjadi sebuah komunitas. Serbagai komunitas kemudian mereka memprakarsai aneka ragam fasllitas untuk menunjang kehidupan mereka sebagai komunitas seperti sekolah, bank, rumah sakit, rumah peribadan dan media massa.
Yang kemudian jadi runyam, ternyata mereka membangun komunitas di Filipina bukan untuk berasimilasi secara budaya dengan masyarakat setempat, tapi malah berkeinginan mempertahankan tradisi kejepangannya. Membangun masyarakat Jepang secara ekslusif di Filipina. Bahkan mendirikan “Desa Jepang” di Davao Filiipina.
Pesatnya komunitas Jepang di Filipina seiring dengan semakin meningkatkanya investasi dan kegiatan bisnis Jepang di Filipina. Alhasil, situasi dan kondisi itu mengundang kerusahan masyarakat setempat. Sehingga muncul inisiatif agar pemerintah AS yang masih mengendalikan kekuasaan di FIlipina, agar mengeluarkan undang undang perlindungan ekonomi agi warga Filipina asli.
Belum sempat undang undang itu diterbitkan, Jepang keburu mencetuskan Perang Asia Timur Raya, dan menginvasi secara militer hampir semua negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Filipina.
Apakah membanjirnya migrasi warga Cina ke Indonesia juga didasari kesadaran bakal pecahnya Perang terbatas antara AS versus Cina di Laut Cina Selatan yang notabene juga masuk kawasan Asia Tenggara?. (kl/akt)