Waspadai Pencaplokan Blok Migas Natuna Timur oleh China!

Dengan absennya sikap Menlu, Menko Polhukam dan Presiden Jokowi, serta tanggapan “damai” LBP di atas, Indonesia tampaknya cenderung mempertahankan status quo. Kedaulatan menjadi tidak penting. Tak heran jika kapal Haiyang Dizhi terus survei, dan dapat berulang di masa depan. Sikap pemerintah seperti ini bisa berujung dicaploknya Blok NT oleh China.

Nilai Ekonomi Blok Migas Natuna Timur

Blok NT menyimpan cadangan gas bruto sekitar 222 triliun kaki kubik (triliun cubic feet, TCF). Dengan kandungan karbon dioksida sekitar 72 persen, maka cadangan gas bersih Blok NT sekitar 46 TCF. Blok NT juga menyimpan cadangan minyak sekitar 500 juta barel.

Secara ekonomi, jika diasumsikan harga gas adalah US$ 10 per MMBTU (million/juta British thermal unit), harga minyak 75 dolar AS per barel dan nilai tukar dolar AS/Rp = 14.300, maka nilai ekonomi bruto gas Blok NT adalah: 46.000.000 MMCF x 1000/MMCF x 10 dolar AS x 14.300 = Rp 6.576, 67 triliun.

Sedangkan nilai bruto minyak: 500 juta x 75 x 14.300 = Rp 536,25 triliun. Sehingga nilai bruto migas Blok NT adalah: (6.576, 67 + 536,25) = Rp 7.112,91 triliun.

Dengan laju ekstraksi terkendali rata-rata 2000 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day, atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari), dan dialokasikan seluruhnya untuk kebutuhan domestik, maka Blok NT mampu memenuhi kebutuhan gas nasional antara 40-60 tahun.

Melihat nilai ekonomi dan manfaat besar bagi energi nasional, sangat pantas jika pemerintah berupaya maksimal mempertahan serta segera mengembangkan Blok NT.

Sebenarnya kontrak eksplorasi Blok NT telah ditandatangani dengan ExxonMobil pada 1980. Namun karena tidak tercapainya kesepakatan bagi hasil dan berbagai variable kerja sama, terutama karena besarnya biaya pemisahan CO2 dan lokasi yang jauh dari konsumen, kontrak gagal berlanjut ke pengembangan. Kerja sama dengan ExxonMobil berakhir 2006.

Blok NT harusnya dikembangkan tidak hanya berdasar analisis aspek eknomi-keuangan, untung rugi (cost-benefit analysis, CBA) seperti berlaku umum. Tetapi harus pula memperhitungkan aspek-aspek lain seperti sosial-politik, lingkungan, keberlanjutan, hankam dan geo-politik. Sehingga keputusan pengembangan diambil setelah melalui analisis multi-kriteria (multi-criteria decision analysis, MCDA) terhadap seluruh aspek terkait.