WASPADA STRATEGI MELEPASKAN MENAG YAQUT DARI PROSES HUKUM DENGAN MODUS MEMINTA MAAF

Oleh : Ahmad Khozinudin

Sastrawan Politik

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menyarankan Menag Yaqut segera menyampaikan permohonan maaf kepada publik agar kegaduhan yang dibuatnya tidak berkepanjangan. Dia menjelaskan pernyataan Yaqut yang menganalogikan suara azan dengan gonggongan anjing sangat tidak tepat, sebab suara azan adalah panggilan suci. (Selasa, 1/3).

Secara normatif, himbauan meminta maaf ini lumrah. Karena, siapapun yang bersalah selayaknya meminta maaf. Hingga detik ini, belum ada satupun kata maaf dari Menag Yaqut atas kelancangannya menganalogikan suara adzan dengan gonggongan anjing.

Menag bahkan berdalih bahwa ucapannya terkait penjelasan SE No 5/2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushalla.  Tindakan itu, jelas mengkonfirmasi kesombongan dan jumawa yang tiada tara.

Namun, narasi meminta maaf ini juga mengkhawatirkan. Sebab, dahulu Sukmawati Soekarnoputri melecehkan adzan dengan perbandingan suara kidung, juga meminta maaf dan dimaafkan oleh Ma’ruf Amien. Hal itu, yang akhirnya dijadikan dasar penghentian kasus penodaan agama.

Dalam kasus ini, urusan meminta maaf terserah Menag Yaqut. Punya nurani minta maaf, tidak juga tidak penting. Sebab, umat Islam tidak memiliki kewenangan untuk memberikan maaf. Sebab, yang dilecehkan adalah suara adzan, bukan suara individu tertentu.

Karena itu, terlepas mau minta maaf atau tidak, Menag Yaqut harus diproses hukum. Kalau sebelumnya di Polda Metro Jaya ditolak, maka Polda Riau atau Mabes Polri harus memroses kasusnya. Pak Sigit Listyo Prabowo sebagai Kapolri, harus perintahkan jajarannya untuk memproses hukum laporan terhadap Yaqut. Jika tidak, penulis khawatir Kapolri dianggap melindungi penista agama.