Vonis Paling Sesat dari Rezim Paling Nekad

Alasan pemaaf yang diatur dalam Pasal 49 KUHP itu mensyaratkan bahwa pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces) harus ada “keguncangan jiwa yang hebat” (hevige gemoedsbeweging). Pertanyaan mendasar adalah benarkah Fikri, Yusmin, dan Elwira sebagai tiga Polisi bersenjata sampai pada “ke guncangan jiwa yang hebat” hingga halal untuk membantai ?

Tapi sudahlah, memang ini hanya cerita dan sandiwara dimana keanehan itu biasa dan wajib dimengerti atau diikuti. Namanya juga politik yang menunggangi hukum. Apapun bisa dijalankan termasuk dalih yang kemudian diubah menjadi dalil. Tinggal ditunggu sikap JPU apakah menerima atau banding. Jika kemudian Jaksa menerima, inilah kejutan ketiga. Maka sempurnalah sandiwara itu. Jika mengajukan Banding tentu menambah babak dari sandiwara politik sesat rezim nekad.

Mungkin bagi rakyat yang hanya bisa menonton drama atau sandiwara ini masih berlaku ucapan menggaung :

“Sampai jumpa di Pengadilan Akherat’. (FNN)