Vonis 3 Tahun, Konfirmasi Kezaliman dan Jumawa Hakim

Lain halnya jika hakim mau adil, mau menegakkan keadilan, maka materi-materi penting dalam pembelaan pasti dielaborasi. Hal mana, sebagaimana dielaborasi salah satu hakim yakni hakim Novian Saputra yang mengajukan disenting opinion.

Dalam pertimbangannya, hakim Novian Saputra menyatakan unsur pidana tidak terpenuhi. Hakim Novian Saputra juga menegaskan, menjadi penasehat atau terlibat dalam Yayasan MADINA maupun LAZ ABA (Lembaga Amil Zakat Abdurrahman Bin Auf) bukanlah perbuatan melawan hukum. Sehingga, Ustadz Ahmad Zain an Najah disimpulkan tidak terbukti menyembunyikan informasi terorisme sebagaimana dakwaan kedua jaksa yang dijadikan materi tuntutan.

Terlepas ada yang menilai, disenting opinion ini adalah ‘rekayasa’ agar seolah proses peradilan para ustadz berjalan fair, namun secara zahir penulis menghormati pandangan hakim Novian Saputra yang mengajukan disenting opinion. Terlebih lagi, penulis dapat melihat kesedihan wajah hakim Novian Saputra dan penulis melihat dia terisak, menangis setelah menyampaikan pertimbangannya yang berbeda dengan dua hakim lainnya.

Memang benar, dalam perkara ini hanya hakim Novian Saputra yang beragama Islam. Sehingga, mampu melihat perkara secara objektif, menilai dakwah sebagai kewajiban agama, bukan kejahatan apalagi terorisme. Materi dakwaan sendiri adalah ceramah agama yang disampaikan oleh para ustadz dalam sebuah pertemua di Hambalang (Bogor) tahun 2019 lalu.

Sementara dua hakim lainnya, hakim I Wayan Sukanila dan Henry Dunant Manuhua diketahui non muslim. Sehingga, tidak ada perasaan dan sikap batin yang bisa menjangkau betapa pentingnya kewajiban dakwah. Sehingga, sulit hatinya untuk sampai pada keyakinan para ustadz tidak bersalah.

Putusan ini benar-benar zalim. Benar-benar melukai umat Islam, terutama keluarga para Ustadz. Pada pembacaan putusan Ustadz Anung al Hammat dan Ustadz Farid Okbah, Majelis Hakim juga menjatuhkan vonis 3 (tiga) tahun.

Ibunda Ustadz Anung yang menyempatkan hadir untuk mendengar pembacaan putusan terhadap puteranya, terlihat menangis. Penulis bisa sampai merasakan -meskipun sangat jauh dari perasaan yang sesungguhnya- bahwa betapa sedihnya Ibunda Ustadz Anung. Seorang Ibu yang melahirkan, merawat, mendidik penuh kasih dan agama, mendapati puteranya di penjara karena dakwah. Dakwah yang merupakan kewajiban agama Islam.