Jumlah kewajiban kita terhadap utang tahun 2018 makin mengerikan saja. Di APBN 2018 ada duit sebanyak Rp399,2 triliun untuk membayar pokok dan cicilan utang. Jumlah itu di luar Rp247,6 triliun yang hanya untuk membayar bunga utang. Total jenderal, untuk urusan utang ini Indonesia harus merogoh kocek dalam-dalam hingga Rp646,8 triliun!
Saya tidak yakin, Sri yang, konon, doktor ekonomi top tidak paham soal ini. Bagaimana mungkin seorang yang berkali-kali memperoleh penghargaan bergengsi kelas dunia tidak tahu, bahwa menisbahkan utang dengan PDB adalah permainan negara-negara kreditor untuk menjerat negara debitor dengan utang?
Mohon maaf, hanya ada dua alasan dari sikap ndableg-nya dalam soal ini. Pertama, dia memang tidak paham (lho, katanya ekonom top?). Kedua, dia menjadi bagian dari para pembuka palang pintu benteng bangsa bagi masuknya kekuasaan asing!
Dengan kondisi seperti ini, tidakkah ramalan Indonesia bakal bubar pada 2030 bisa menjadi kenyataan. Bubar atau tidak, yang pasti saat ini kedaulatan negara memang terasa jadi barang mewah. Tengok saja, bagaimana kontrak-kontrak utang yang dibuat untuk pembangunan infrastruktur kita. Sistem turn key project mengharuskan kita mengimpor bahan baku, bahan penolong, teknologi, perlengkapan, peralatan sampai tenaga kerja dari asing si pemberi utang.
Begitu lunglainya Indonesia, hingga tidak berdaya menerima banjir tenaga kerja asing dengan semua kategori, termasuk kelas kuli. Ironisnya, kuli-kuli asing itu dibayar sangat tinggi. Untuk seorang tukang asing dibayar Rp15 juta/bulan. Sedangkan tenaga tukang yang sama dari dalam negeri harus puas dengan bayaran sesuai upah minimum regional yang sekitar Rp3 jutaan.
Soekarno puluhan tahun silam mengatakan, Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri. Para penjajah memang tidak mungkin masuk kecuali atas bantuan para pengkhianat.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi dalam cuitannya di @AdhieMassardi menulis, Kenapa Belanda bisa kuasa lama di negeri ini? Karena piara anjing-anjing lokal yang diberi makan tulang saudaranya sendiri.
Jika ini terjadi, bubarlah Indonesia tercinta! Na’udzu billahi mindzalik! [rakyatmerdekaonline]
Penulis: Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Ecbomic and democracy Studies (CEDeS)