Kembali masyarakat Indonesia antusias akan merayakan datangnya tahun baru yang akan menjelang. Anak-anak kecil terihat gembira ria dengan teman-temannya sambil membawa dan meniup terompet. Mereka tidak tahu bahwa itu bukan dari ajaran agama Islam yang mereka peluk, tapi dari agama lain. Mereka tidak tahu, dan mereka hanya ikut-ikutan.
Pemandangan ini ada di jalan-jalan MHT (Muh Husni Thamrin) alias gang-gang di perkampungan yang makin terasa sempit dan bising.Lain halnya dengan anak-anak kecil yang orang tuanya punya kelebihan duit, mereka telah ramai di mal-mal pusat belanja dan tempat hiburan yang tersebar di mana-mana.
Orang-orang dewasa baik laki-laki maupun ibu-ibu sibuk dengan menyiapkan apa yang akan dibakar pada malam pergantian tahun. Ada yang akan membakar ayam, ada yang akan membakar ikan, dan ada juga yang akan membakar jagung. Pedagang petasan dan kembang api pun diserbu para pembeli, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Bagi yang punya kendaraan, mereka bersiap pergi keluar dari rumahnya untuk merayakan tahun baru atau merayakan pergantian tahun. Ada yang pergi ke puncak, padahal ribuan kendaraa telah menuju ke sana. Ada juga ribuan kendaraan mendatangi tempat-tempat keramaian. Tahun ini ada 155 tempat hiburan di seluruh Jakarta yang siap merayakan tahun baru. Dan aneka tempat maksiat siap menampung pengunjung yang akan bermaksiat dan hura-hura di malam tahun baru.
Lain hal lagi dengan anak-anak mudanya. Mereka telah berlalu dari sore dengan teman atau pasangannya mendatangi tempat-tempat hiburan dan tempat maksiat yang dikemas seindah mungkin. Sungguh suatu pemandangan yang mengkhawatirkan dan menyesakkan dada bagi manusia yang masih bisa berfikir dan bertakwa.
Ada warna lain dalam perayaan tahun baru ini. Yaitu para Habaib dan para Ustadz (?) dan jamaahnya mereka menggelar apa yang mereka sebut dzikir bersama di beberapa tempat. Konon niatannya untuk menandingi kemaksiatan di malam tahun baru. Tapi kalau kita bisa sedikit saja berfikir secara rasional, apakah dengan bercampur aduknya antara laki-laki dan wanita yang hadir di acara yang disebut dzikir atau apalah namanya itu, di malam hari yang bahkan kemungkinan sampai larut malam itu pun namanya bukan maksiat? Apa bisa dibenarkan jika maksiat dilawan dengan bid’ah dan maksiat cara lain? (Laa taghdhob! Jangan marah!)
Bila sepuluh menit lagi waktu akan menunjukkan pukul dua puluh empat yang mereka sebut jam nol nol. Petasan sudah terdengar bersahutan tanpa putus. Suasana mulai mencekam. Mereka yang merayakan pun bergembira ria, tertawa-tawa. Jalan-jalan raya telah penuh sesak oleh kendaraan mobil dan sepeda motor. Di gang-gang MHT, orang-orang keluar dari rumahnya ramai memenuhi jalan-jalan kecil, mereka bergerombol satu keluarga atau ada yang bergabung dengan tetangga lain, suasana bising dengan suara orang dan suara terompet saling bersahutan. Hanya satu atau dua rumah yang penghuninya diam di dalam rumah tanpa ikut-ikutan meramaikan suasana. Suara petasan bersahutan riuh rendah, terus bergolak. Bukan saja dari kejauhan, suasana ini begitu memuncak dari seluruh arah, seluruh masyarakat Jakarta, mungkin di kota-kota lain pun ada yang ikut latah, kecuali yang berani terus terang bahwa Pemdanya tidak punya anggaran.
Saya acungi jempol, Pemda yang punya nyali dan jati diri seperti itu. Berani malawan arus, dan tidak mau untuk apa yang disebut merayakan tahun baru. Seharusnya semuanya seperti itu! Tidak usah ikut-ikutan merayakan tahun baru yang berasal dari agama kaum kafir. Toh bangsa ini bukan bangsa kafir, bahkan berjuang melawan penjajah kafir agar merdeka. Demikian sejarahnya!
Kenapa sekarang yang diberi amanah oleh para pejuang yang melawan bangsa penjajah kafir itu justru sikapnya membebek pada yang kafir? Maka saya acungi jempol Pemda yang tidak mau ikut-ikutan bertahun baru. Bagus sekali itu. Biar yang masih punya nalar waras mau berfikir. Sebagaimana tidak diadakannya perayaan tahun baru setelah terjadi bencana besar tsunami Aceh Desember 2004. Tampaknya hura-hura tanpa guna itu hanya prei satu kali saat itu yakni tahun baru 2005.
Kini walau baru saja terjadi bencana dan musibah di mana-mana, hura-hura tahun baru pun kambuh lagi. Bahkan tempat maksiat yang dipoles dengan sebutan ‘tempat hiburan’ diizinkan buka sampai jam 4 pagi. Na’udzubillaahi min dzalik! Kami berlindung kepada Allah dari hal yang demikian.
Di tengah malam ini mereka menikmati suara gemuruh letusan petasan dan terangnya kembang api yang mereka nyalakan. Mereka menikmati, mereka gembira ria, mereka bersuka ria. Gemuruh suara petasan terus bergolak, bagai suasana perang. Mereka menikmati suasana gemuruh yang semakin bergolak, semakin besar.
Tak ada suara lain selain suara gemuruh petasan. Itu yang terdengar. Sebenarnya ada juga suara Al-Qur’an yang dipancarkan dari radio Islami. Semoga saja di negeri ini masih banyak orang yang beristighfar di tengah-tengah orang yang lalai dan larut dengan upacara agama orang lain itu.
Pukul dua puluh empat tepat! Gemuruh memuncak, suasana sangat mencekam karena letusan petasan yang ribuan dari segala penjuru ditingkahi suara terompet yang ditiup mulut-mulut pemiliknya. Juga suara klakson mobil yang dibunyikan berkepanjangan. Suara gemuruh itu terus terdengar. Mereka tertawa, mereka gembira ria, mereka menikmatinya.
Mereka lupa, hati mereka tertawa lupa, lupa dan Iblispun tertawa! Bahwa mereka telah terseret oleh agama orang di luar sana. Kepercayaan agama orang lain, namun mereka kini ikut-ikutan, dan dipimpin oleh para pemimpinnya, dengan biaya dari kantong mereka yang Muslim pula. Betapa jungkir baliknya, maka iblis pun tentunya tertawa-tawa melebihi mereka bergembira ria!
Mereka lupa. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jadi panutan mereka telah wanti-wanti, mengingatkan dengan sangat:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa bertasyabuh (menyerupakan diri) dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud 3512, dari Ibnu Umar, hasan shahih menurut Al-Albani, dan riwayat An-Nasaai).
Negeri apa ini? Adakah negeri ini punya panutan? Di mana mereka? Seandainya ada, ke mana mereka? Ataukah juga ikut merayakan tahun baru ini? Atau bahkan joget-joget mumpung banyak artis yang bisa disewa? Ikut jugakah tertawa seperti semua, semua tertawa.
Padahal di berbagai sudut yang sunyi di sana banyak manusia menderita. Entah perutnya lapar atau rumahnya kebanjiran, roboh, terkena gempa, bencana dan aneka musibah. Mulut mereka yang sedih sedang meringis-ringis, namun di balik itu mereka yang berhura-hura dengan mengikuti adat kekafiran, berjingkrakan tidak ingat apa-apa. Apalagi ingat penderitaan orang-orang yang seharusnya mereka santuni! Jauh-jauh itu.
Padahal negeri ini punya banyak masalah. Padahal negeri ini miskin adanya. Padahal negeri ini selalu ditimpa bencana. Padahal negeri ini banyak! Banyak musibah. Tapi kenapa para panutan dan rakyatnya berpesta pora hanya untuk merayakan tahun baru?
Bahkan para habaib juga latah derngan dalih untuk menandingi maksiat, padahal Islam pun tidak menyuruhnya seperti itu? Kenapa para pemimpin dan rakyatnya membakar uang (dengan petasan dan kembang api) hanya untuk merayakan tahun baru? Mereka bangga! Bangga! Apakah para pemimpin itu tidak berfikir? Afalaa ta’qiluun?
Dan bagaimana masyarakat akan berfikir, jika para pemimpin mereka tidak bisa berfikir!
Mari kita sejenak berfikir untuk menghitung kerugian. Uang yang dibakar pada malam tahun baru, satu biji mercon terbang saja harganya Rp 50.000,- sedang orang-orang yang membakar mercon atau petasan itu tiap orang tidak hanya membakar satu mercon. Berapa uang yang dibakar sia-sia.
Lalu kembang api air mancur satu biji harganya Rp 30.000,- sedang orang yang membakar kembang api biasanya tidak puas hanya membakar satu biji. Berapa uang yang telah dia bakar. Lalu berapa juta orang yang membakar mercon dan kembang api. Itu belum yang dikuras dari APBD oleh pemimpin-pemimpin daerah, yang artinya mereka membakar uang yang disedot dari rakyat dengan meninggikan pajak dan sebagainya.
Membakar uang berupa mercon dan kembang api itu sendiri telah dikecam oleh Allah Ta’ala dan Rasu-Nya:
وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا [الإسراء/26، 27]
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Israa’ [17] : 26-27)
Betapa senangnya seandainya duit 50 ribu rupiah atau 30 ribu rupiah itu disedekahkan kepada kerabat yang kekurangan atau orang miskin sekitar kita. Pahala dapat, hubungan kemanusiaan pun tambah baik, insya Allah. Tetapi dengan dibakar seperti itu, maka uang musnah tanpa guna, dosa pun menghadangnya serta syaitan pun menjadi temannya. Betapa ruginya.
Makanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan:
« إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ ».
“Sesungguhnya Allah membenci kepada kalian tiga perkara: berdesas-desus (merumpi/ gossip), menghamburkan harta, dan banyak bertanya.” (HR. Muttafaq ‘alaih) .
Menghamburkan harta yaitu menggunakannya dalam kemaksiatan atau menggunakan harta dalam hal-hal yang mubah (boleh) tapi secara menghamburkan atau boros.
Jadi hura-hura merayakan tahun baru dengan membakar petasan, kembang api, joget-jogat dan sebagainya itu jelas telah banyak ruginya dan dibenci Allah Ta’ala. Masih pula ditambah lagi bahwa semua itu karena mengikuti orang kafir. Ini menambah pula kebencian Allah Ta’la tentu saja.
Dan masih pula, bagaimana kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah Ta’ala? Ketika mereka berjejal di jalanan Puncak dalam keadaan macet penuh kendaraan, juga yang ke Ancol dan sebagainya, mereka rata-rata dapat diperkirakan, berangkatnya ashar. Lalu di mana mereka shalat maghrib? Dan apakah mereka tidak sayang terhadap dirinya, terjebak dalam kesulitan sekaligus meninggalkan kewajiban shalat?
Aneka kerugian lahir maupun batin, materi maupun rohani ternyata kalau ditotal benar-benar sangat rugi. Masih pula menimbulkan dosa.
Wanita-Wanita Muslimah Turut Merayakan
Sebagian besar penduduk Indonesia adalah wanita dan mayoritas muslimah. Tetapi sayang, karena panduan sehari-harinya adalah televisi yang memang gencar mempromosikan perayaan malam tahun baru dari tahun ke tahun, maka hasilnya bisa terlihat sekarang.
Wanita-wanita muda muslimah, ibu-ibu muda dan yang tua antusias menjadi salah satu pendukung besar suksesnya perayaan tahun baru.
Betapa tidak. Mulai dari ibu-ibu yang tua tanpa tahu apa manfaatnya, tanpa tahu apa hukumnya, dengan kesadarannya, mereka menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung guna merayakan tahun baru.
Dukungan pertama : Ibu-ibu dengan ringannya membelikan anak-anaknya terompet atau petasan dan kembang api untuk saat malam pergantian tahun, benda itu digunakan. Mereka tidak tahu dan mungkin memang tidak mau tahu ada peringatan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
صَوْتَانِ مَلْعُونَانِ في الدُّنْيا وَالآخِرَةِ مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ وَرَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيبَةٍ (رواه البزار عن أنس بإسناد صحيح)
Dua suara yang dilaknat di dunia dan akherat: (suara tiupan) seruling ketika (sedang) nikmat (senang) dan (suara jeritan) ratapan ketika musibah. (HR. Al-Bazzar dan Dhiya’ Al-Maqdisi dari Anas dengan sanad shahih, dishahihkan Al-Albani dalam Al-Jami’ As-Shaghir nomor 3801).
Yang namanya terompet tentu saja termasuk dalam kategori mizmar (seruling) yang suaranya dilaknat itu. Karena lonceng atau kelinting saja dalam hadits dimasukkan dalam jenis mizmar (seruling) yang suaranya dilaknat itu.
Hingga dalam Kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi menegaskan agar hewan ternak Muslimin jangan dikalungi jaros, klinting atau lonceng. Hewan saja agar tidak dikalungi jaros agar tidak timbul bunyi yang dilaknat, lha ini malah anak-anak dibekali uang untuk beli terompet untuk mempekerjakan mulutnya agar mengeluarkan bunyi yang dilaknat, di hari rayanya orang kafir lagi. Betapa terbalik-baliknya keadaan buruk ini.
Dukungan kedua: Menyediakan sarana untuk membakar ayam atau ikan atau jagung untuk dinikmati pada malam pergantian tahun.
Dukungan ketiga: Menyediakan kendaraan untuk keluarga atau anak-anaknya pergi ke berbagai tempat untuk menikmati malam pergantian tahun.
Dukungan keempat: Dirinya dan uangnya ikut serta merayakan malam pergantian tahun dengan beragam antusiasnya ibu-ibu.
Dari antusias ibu-ibu muslimah ini lah akhirnya berjuta muslim muslimah turut larut merayakan tahun baru yang sedianya adalah perayaan natalnya umat nasrani yang memang ada golongan nasrani yang merayakan natalnya tanggal satu Januari.
Betapa tertipunya para wanita muslimah ini, selama ini digembar-gemborkan oleh media televisi yang mempromosikan acara-acara yang begitu menarik perhatian wanita-wanita muslimah tentang perayaan tahun baru ini.
Betapa tertipunya. Wanita-wanita muslimah ini telah jadi sasaran empuk, agar supaya ikut larut merayakan tahun baru tanpa sadar bahwa itu rencana Yahudi dan Nasrani yang saling bahu membahu untuk menarik wanita-wanita muslimah secara halus dan manis, agar tak kentara mereka dijadikan sasarannya.
Dan tahun ini, sukses besar diraih oleh Yahudi dan Nasrani dalam menjebloskan wanita-wanita muslimah turut larut dengan gembira ria, tawa gembira, bersorak ria merayakan tahun baru 2011. Mereka terpedaya! Tapi anehnya, mereka bangga dan tertawa-tawa. Betapa tertipunya!
Mungkin awalnya hanya berfikir bahwa ikut merayakan tahun baru adalah gaya hidup yang modern. Toh buktinya televisi-televisi terus mengulas dari berbagai versi dan dikemas semenarik dan semanis mungkin tentang acara- acara memperingati tahun baru.
Maka kemudian dengan lapang hati dan sadar akhirnya para wanita muslimah Indonesia merayakan dengan penuh kegembiraan melebihi kegembiraan saat hari raya Idul Fithri. Padahal justru Idul Fithri itu perayaan Ummat Islam sedunia benar-benar. Dan ketika merayakannya sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta ikhlas lillahi Ta’ala maka insya Allah mendapatkan pahala, di samping gembira.
Tentu akan beda perasaan. Jika hari raya Idul Fithri hati penuh rasa takwa kepada ALLAH, penuh rasa syukur dan kegembiraan yang ikhlas menuju kemenangan setelah sebulan berpuasa.
Tetapi untuk perayaan tahun baru tentu lain lagi walaupun kegembiraan itu melebihi kegembiraan saat Idul Fithri, karena hakekatnya kegembiraan itu semu belaka. Dan jika alasannya bersyukur, bersyukur untuk apa?
Kemudian setelah berlalunya waktu, hanya penyesalan yang tersisa. Penyesalan karena waktu terbuang percuma, lantaran tidak jelas sama sekali: Untuk apa dan untuk siapa tahun baru itu dirayakan? Penyesalan karena hitungannya sejumlah uang ternyata sudah terbuang sia-sia. Padahal urusan rumah tangganya belum tertutupi. Dan penyesalan-penyesalan lainnya.
Wanita muslimah sesungguhnya telah tertipu dan terjebak oleh promosi-promosi manis yang dilayangkan kaum kafirin Yahudi dan Nasrani serta antek-anteknya lewat acara-acara televisi yang begitu menarik dan sepertinya untuk suatu gaya hidup yang modern.
Padahal di dalamnya ajakan dan jebakan mereka yakni musuh-musuh Islam yang memang tidak akan ridho kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai kita mau mengikuti agama mereka. Seperti yang sudah di peringatkan dalam Al-Qur’an, yang berbunyi:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ [البقرة/120]
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridho kepada kamu (Muhammad) hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk ALLAH itulah petunjuk (yang benar).’ Dan sesungguhnya jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) datang kepadamu, maka tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari ALLAH.” (QS. Al-Baqarah [2] : 120)
Jika wanita-wanita muslimah mau memperhatikan, merenungi, mengamalkan ayat ini tentulah akan tahu bahwa merayakan tahun baru bukan lah gaya hidup modern. Tetapi merayakan tahun baru adalah ajakan dan jebakan kaum Yahudi dan Nasrani untuk para wanita muslimah yang apa lagi mayoritas ada di Indonesia.
Tetapi sayang seribu kali sayang wanita muslimah Indonesia telah menjadi tumbalnya. Dan setelah itu dengan gampang digaraplah anak-anak dan keturunannya. Apakah kenyataan ini dianggap sepele?
Tentu hal ini bukan urusan yang sepele. Karena ALLAH telah menperingatkan “Dan sesungguhnya jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) datang kepadamu, maka tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari ALLAH.” (QS. Al-Baqarah [2] : 120)
Jadi untuk siapa perayaan tahun baru itu? Untuk apa ikut-ikutan merayakannya? Padahal ALLAH sendiri tidak akan melindungi dan tidak akan menolong bagi para pengikut keinginan mereka.
Siapa mereka itu? Yaitu kaum kafirin Yahudi dan Nasrani. Dan bukankah telah begitu banyak muslim dan muslimah yang mengikuti mereka? Sangat mencekam!
Jakarta
*Mulyawati M. Yasin, seorang ibu rumah tangga dengan anak delapan.