UAS, Singapura dan Islamophobia

Problem yang terkait dengan UAS adalah Islamophobia. Kebencian terhadap Islam. Ini di luar pembahasan Desker di atas. Hal ini tentunya bukanlah hal baru di Indonesia. Gerakan Islamophobia berkembang bersamaan dengan penjajahan Belanda, khususnya ketika Snouck Hurgronje dan Van Der Plass melancarkan taktik melumpuhkan “Islam politik”. Namun, dalam konteks sejarah kedua bangsa, isu Islamophobia belum pernah terjadi. Saat ini, ketika PBB, Amerika dan barat secara umum melakukan gerakan anti-Islamophobia, Singapura malah terjebak dengan hal itu. Ini akan menjadi beban besar bagi hubungan Indonesia dan Singapura ke depan, tentunya.

Pertanyaan besar bagi Singapura adalah kenapa Singapura tidak memi-“block” Jokowi untuk masuk  ke Singapura, padahal Jokowi membuat nama Usman dan Harun sebagai nama jalan? Bukankah dalam versi Singapura keduanya adalah teroris? Atau terhadap SBY yang menyematkan kedua tentara tersebut sebagai nama kapal perang? Kenapa Somad yang menyinggung bom bunuh diri di Palestina, bukan di Singapura, malah menjadi persoalan?

Kenapa Singapura tidak melepaskan diri dari pikiran geostrategis masa lalu yang melihat kebangkitan Islam di kawasan pasifik sebagai ancaman? Bukankah era baru ke depan dapat dibangun dengan kebersamaan dan sinergisitas? Bukankah Islam, demokrasi dan kemakmuran bersama dapat tumbuh berkembang di kawasan pasifik?