UAS, Singapura dan Islamophobia

Barry Desker dalam “The Trouble with Indonesia-Singapore Relations”, The Diplomat, 2015, mengetengahkan 3 hal yang selalu menjdi isu kekinian yang dapat memperburuk hubungan bilateral kita. Pertama adalah masalah asap, yang disebabkan oleh pembakaran hutan dari penjahat pembalak hutan di Riau dan Kalimantan, kedua adalah, masalah “air-space”, yakni kontrol penerbangan wilayah di atas Singapura dan beberapa wilayah Indonesia. Dan ketiga adalah masalah “Asset and Corruption”, di mana para koruptor Indonesia, menurut pihak Indonesia, mendapatkan tempat terhormat di Singapura. Memang kita mengalami kegagalan juga dalam hal koruptor-koruptor di atas, sebab budaya korupsi merupakan kesalahan kita sendiri. Namun, menggunungnya uang yang disimpan segelintir elit Indonesia di Singapura, yang mayoritas tidak jelas asal usulnya, tentu menjadi sumber kebencian laten, yang terpelihara bagi hubungan kedua negara.

Fakta sifat kelatenan itu terjadi sebagai berikut, pada saat Indonesia mengklaim beberapa prestasi dalam perundingan kontrol “air-space” beberapa waktu lalu, rakyat Indonesia tidak begitu peduli. Namun, ketika penolakan ulama Indonesia, UAS, masuk ke Singapura, berbagai sumpah serapah nitizen terkait Singapura sarang/surga koruptor Indonesia, menjadi trending pembicaraan. Sedikit saja perasaan Bangsa Indonesia tersinggung, hal laten ini muncul kepermukaan.