Barangkali banyak yang tidak memperhatikan. Dalam debat capres kedua dengan Prabowo, Jokowi sama sekali tak menyinggung soal tol Trans-Jawa. Padahal bersama para pendukungnya, Jokowi sangat membanggakan proyek ini.
Ada yang menyamakan prestasi Jokowi setara dengan penguasa kolonial Daendels. Dia berhasil membangun jalan dari ujung Barat sampai ujung Timur Jawa. Tidak boleh ada kritik terhadap proyek Jokowi. Walikota Semarang asal PDIP Hendrar Prihadi bahkan sampai memperingatkan para penentang Jokowi untuk tidak melewati jalan tol.
Semakin mendekati pilpres semangat Jokowi mulai mengendor. Dia menyadari isu uang maupun datangnya ribuan pekerja Cina sangat sensitif. Infrastruktur tidak lagi bisa menjadi jualan utama yang membuai publik.
Proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 Km yang semula juga sangat dibanggakan, terkendala. Lambatnya pembangunan proyek ini membuat pejabat Cina frustrasi. Mereka membandingkan dengan pembangunan jalur kereta api cepat di Cina sepanjang 3.500 Km dan bisa selesaikan dalam 1 tahun saja.
Seperti ditulis Hutton, dalam pertemuan dengan sejumlah pejabat Cina, Jokowi menjelaskan probematika yang dihadapinya. Mereka bisa memahami keterlambatan realisasi proyek ini.
Tahun 2019 rencananya proyek kereta cepat ini akan kembali digenjot. Ribuan pekerja Cina masuk untuk mempercepat proyek ambisius ini. Dari total 33 ribu orang pekerja, sekitar 20 persen atau 6.600 orang pekerja asal Cina.
Serbuan tenaga kerja cina menjadi sangat krusial bila dikaitkan dengan isu lapangan kerja, dan ekspansi Cina. Apalagi bila dikaitkan dengan ketimpangan ekonomi, berupa penguasaan aset dan kekayaan etnis Cina di Indonesia.
Belum lagi dengan fakta banyak negara-negara di Afrika dan Asia yang terjebak hutang Cina (Chinesse debt trap). Mereka dibantu membangun berbagai infrastruktur, mulai gedung, jalan, jembatan, pelabuhan, dan Bandara.