Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah

Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah

Kerumunan di Mall Festival Citylink/Repro

Oleh: Fadlullah Rusyad*

ISTILAH ini mungkin sudah lumrah bahkan sudah menjadi rahasia umum. Bahwa, hukum di kita timpang sebelah atau dalam arti lain “tumpul ke atas tajam ke bawah“. Maksud dari istilah ini adalah salah satu kenyataan bahwa keadilan di kita ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah dari pada kelas atas.

Coba bandingkan dengan kejadian kegiatan atraksi barongsai di Mal Festival Citylink Kota Bandung yang sempat viral beberapa hari ini. Pengelola sudah sangat jelas dan meyakinkan melanggar protokol kesehatan yaitu terjadinya kerumunan yang luar biasa di dalam gedung dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat.

Atas pelanggaran tersebut, pengelola hanya diberikan teguran oleh Pemkot Bandung untuk tidak melakukan kegiatan seperti itu lagi selama PPKM, denda Ro 500 ribu dan penutupan Mal selama 3 hari.

Sementara pada tahun lalu, terjadi juga pelanggaran yang dilakukan oleh seorang tukang bubur di Tasikmalaya, di mana yang bersangkutan terbukti melanggar PPKM dikarenakan berjualan pada malam hari dan melayani hanya 4 orang pembeli makan di tempat. Tapo tukang bubur itu divonis dengan denda Rp 5 juta atau sanksi kurungan 5 hari penjara.

Miris sekali melihat ketimpangan tersebut. Praktik penegakkan hukum yang berlangsung, meskipun secara formal telah mendapat legitimasi hukum (yuridis-formalistik), namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah.