Tapi, jika Ma”ruf Amin tak punya ambisi untuk nyapres, maka posisinya bisa lebih sulit kedepan. Keberadaannya hanya akan jadi pelengkap saja. Tanda-tanda itu sudah mulai nampak. Ma”ruf tak diajak bicara soal penyusunan kabinet. Itu urusan presiden, kata Ma”ruf Amin. Ya gak bisa begitu Pak Kiai.
Megawati dan Budi Gunawan nampaknya yang lebih aktif, bahkan cenderung dominan, untuk membicarakan siapa saja yang akan mengisi kabinet Jokowi jilid 2. Ma”ruf Amin? Sepertinya tak tampak terlibat dalam setiap pertemuan para punggawa istana.
Jika Ma”ruf Amin pasif, maka ia tak hanya akan jadi pelengkap, tapi bisa jadi akan diganti. Kok diganti? Karena dianggap tak efektif. Tentu, itu bukan alasan utamanya. Alasan sebenarnya adalah bahwa posisi wapres itu strategis. Strategis karena pertama, bisa mengganti presiden jika presiden udzur. Kedua, jadi tangga untuk nyapres 2024.
Coba anda bayangkan jika ekonomi ambruk dan ada pihak yang berhasil melakukan impeachment terhadap presiden, sekali lagi “jika”, maka wapres jadi presiden. Maka otomatis penguasa berikutnya adalah PKB. Dan PKB bisa ajak Nasdem, Golkar, Demokrat, PKS, PAN, dan bahkan Gerindra. Dan kalau ini terjadi, PDIP bisa sendirian jadi oposisi.
Ketika PKB berkuasa, besar kemungkinan Kapolri, ketua BIN dan Jaksa Agung akan diganti oleh orang-orangnya PKB. Begitu juga menteri ESDM, Perdagangan, Ekonomi, Keuangan dan menteri-menteri basah lainnya diresufle. Diganti dengan orang-orangnya Muhaimin. Bukan lagi kader-kader PDIP. Emang PDIP siap penguasanya PKB?