Oleh : Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
Tom Lembong ditetapkan oleh Kejagung sebagai Tersangka korupsi. Kasusnya, Tom memberikan izin import gula mentah kepada perusahaan swasta, tanpa rekomendasi Kemendag. Perusahan Swasta, tidak berwenang import gula mentah, yang merupakan kewenangan Bulog. Tom telah merugikan keuangan negara Rp. 400 miliar.
Berbeda dengan Tom Lembong, Airlangga tidak diproses dalam kasus korupsi minyak goreng. Sama-sama korupsi di Kemendag, sama-sama ditangani Kejagung, bahkan kerugiannya lebih besar yaitu 6,47 triliun, jauh lebih besar ketimbang korupsi gula mentah.
Saat itu, pemerintah mewajibkan produsen minyak goreng agar menyetok pasar domestik 20 % dari total produksi CPO. Tapi, karena tergiur harga minyak internasional, sejumlah perusahaan berbondong-bondong eksport CPO, tak menyisakan bagian untuk kebutuhan rakyat Indonesia, tempat dimana sawit itu tumbuh subur dan menghasilkan CPO. Dan itu, atas izin kemendag yang dikoordinatori oleh Menko Ekonomi Airlangga Hartarto.
Airlangga hanya dipanggil Kejagung, lalu setelah merapat ke Jokowi dengan memboyong Partai Golkar untuk mendukung Prabowo Gibran, kasus Airlangga menguap. Hukum era Jokowi tebang pilih, dan dijadikan alat politik.
Sekarang, hal itu kembali terjadi di era Prabowo. Andai saja, Tom Lembong bagian dari KIM yang mendukung Prabowo, pasti kasusnya tidak akan naik. Airlangga yang kerugiannya Rp 6,4 triliun saja tidak dinaikan, apalagi cuma Rp 400 miliar. Semua, gara-gara tom terlibat dalam Timnas Amin.
Jadi, setelah berkuasa rupanya pembalasan dendam politik dimulai. Yang tidak sejalan, kembali dipangkas. Yang merapat, diberi jabatan. Hingga seorang Babe Haekal yang pernah berjanji oposisi sampai mati, sekarang mati-matian membela Prabowo dan mendapat jabatan.
Jangan katakan ini murni penegakan hukum, tidak ada kaitannya dengan Presiden. Ingat! Hukum adalah produk politik. Aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Agung Polri hingga KPK pasca amandemen UU KPK sekarang dibawah kendali eksekutif.
Presiden punya wewenang untuk menetapkan corak penegakan hukum. Mau tebang pilih, atau berantas tuntas. Dalam kasus Tom Lembong vs Airlangga, jelas tebang pilih.
Ketidakadilan, itu terjadi pada saat orang baik dijadikan penjahat. Persis, seperti kriminalisasi pada ulama dan aktivis, hanya karena berdakwah dan menyampaikan pendapat, mereka ditangkap dan diperlakukan layaknya penjahat.
Ketidakadilan juga terjadi, pada saat penguasa tebang pilih. Menebang lawan politik, membiarkan tumbuh subur korupsi konco dan kelompok politiknya.
Tulisan ini tidak sedang membela Tom Lembong. Tapi untuk menunjukan betapa rusaknya hukum sekuler yang diterapkan di negeri ini. Tidak era Jokowi, tidak era Prabowo, semuanya sama-sama tidak adil. Zalim. [sumber: Faktakini].