Tokoh Di Balik Orkestra Penundaan Pemilu adalah Penjahat

Tokoh Di Balik Orkestra Penundaan Pemilu adalah Penjahat

Ahli kebijakan publik dan CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat/Net

Oleh : Achmad Nur Hidayat

WACANA menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan presiden menuai kontroversi publik.

Wacana tersebut dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.

Sebelumnya Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan hal yang serupa yaitu Bahlil bilang bahwa dunia usaha ingin Jokowi menjadi Presiden untuk tiga periode dan rata-rata pelaku usaha berharap penyelenggaraan Pilpres 2024 ditunda.

Selain Bahlil, sebelumnya ada Muhammad Qodari CS yang tidak hanya ingin Jokowi menjabat Presiden tiga periode namun ingin memasangkan Jokowi dan Probawo di Pilpres 2024. Selain keempat tokoh tersebut, ada juga kajian LAB 45 yang memframing seolah-olah perpanjangan 3 periode memiliki contohnya dari berbagai negara demokratik.

Ditambah lagi, Sejak 2021, Ketua MPR Bambang Soesatyo menginginkan ada amandemen UUD 1945 dan berharap prosesnya dapat dimulai tahun 2022 ini.

Benarkah semua terjadi berdiri sendiri? atau sebenarnya ada pemandu atau dirijen dari orkestra agenda penundaan pemilu itu? Apa agenda dibalik penundaan tersebut?

Penundaan pemilu bila diorkestrakan oleh elit pemerintah maka orkestra itu adalah orkestra jahat karena melawan konstitusi.

Pelakunya dapat dituduh makar melawan konstitusi UUD 1945. Pelaku yang sudah mendesain dan mengatur rapi untuk penundaan Pemilu dapat dipidanakan atas nama hukum konstitusi karena melakukan dan merencanakan makar dan juga tuduhan menyelewengkan fasilitas negara untuk melawan konstitusi.

Apalagi pelaku sudah melakukan upaya mengganggu ketertiban umum dan memicu kontroversi publik melalui pengaturan pembentukan opini publik oleh ketiga petinggi partai yang diselingi sebelumnya dengan pernyataan kontroversi Menteri Investasi Bahlil mungkin dapat dihukum berat.

Bila benar adanya maka tindakan tersebut sebenarnya merugikan Presiden Jokowi sendiri karena tindakan inkonstitusi tersebut dapat merongrong wibawa pemerintahan yang seharusnya ditutup dengan cara yang demokratis.